TES URAIAN
Tugas Mata Kuliah Evaluasi Pengajaran Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu
Prof. Dr. Hj. Ratu Wardarita, M.Pd
Dr. Aji Sarni, M.Pd
Oleh:
Puthut Gunawan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
TAHUN 2011
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Evaluasi menjadi hal yang penting dan
harus diperhitungkan oleh pendidik dalam menilai kemampuan peserta didik
terhadap materi yang diajarkan. Penilaian adalah kegiatan yang tidak mungkin
dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan pengajaran secara umum. Semua kegiatan
pendidikan yang dilakukan harus selalu diikuti atau disertai dengan kegiatan
penilaian. Pada hakikatnya penilaian yang dilakukan tidak semata-mata
untuk menilai hasil belajar siswa saja, melainkan juga berbagai faktor lain,
antara lain kegiatan pengajaran yang dilakukan itu sendiri.
Tes sebagai alat pengukur hasil belajar
siswa, diharapkan mampu memberikan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Artinya, alat tes dapat memberikan informasi tentang siswa sesuai
keadaan yang mendekati sesungguhnya. Hal itu penting karena informasi tersebut
akan dipergunakan untuk mempertimbangkan dan kemudian memutuskan berbagai
kebijakan baik yang berkenaan dengan siswa maupun kegiatan pengajaran secara
umum. Sebuah alat tes yang baik harus memenuhi beberapa
kriteria tertentu, antara lain alat tes haruslah tidak terlalu mudah atau
terlalu sulit. Alat tes yang baik harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi
kelayakan, kesahihan, keterpercayaan,
dan kepraktisan (Nurgiyantoro, 2001:98).
Format soal tes bahasa dapat berbentuk tes
objektif dan tes subjektif yang salah satu bentuknya adalah tes bentuk uraian. Jika
dalam menyusun tes objektif harus
mengikuti berbagai langkah dan prosedur yang ketat, maka sudah barang tentu
untuk menyusun tes bentuk uraian pun harus mengikuti prinsip-prinsip pengukuran
yang baik dan benar pula.
Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa
pencapaian kualitas atau mutu soal bentuk uraian itu lebih mudah dan sederhana
jika dibandingkan dengan soal berbentuk tes objektif, sebab tidak usah terlalu
mengikuti berbagai aturan sebagaimana penyusunan
soal berbentuk tes objektif.
Cara mengoreksinya juga tidak usah repot, baca
saja lembar jawaban dan diberi skor secara global, sesuai dengan perkiraan dan
kepantasan. Kualitas soal tidak usah terlalu dipikirkan, asal sudah sesuai
dengan materi yang di buku pegangan, sudah cukup. Yang menjadi pertanyaan
adalah benarkah pendapat yang demikian itu? Kalau tidak benar, lalu bagaimanakah
cara yang tepat untuk memperoleh soal tes bentuk uraian yang berkualitas?
Uraian dalam makalah ini mencoba membahas tentang uapaya membuat soal tes
bentuk uraian yang berkualitas dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
1.2 Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
maka masalah yang dapat dirumuskan adalah:
1) Bagaimanakah
karakteristik tes uraian?
2) Bagaimanakah
langkah-langkah menyusun tes uraian?
3) Bagaimanakah
penskoran tes bentuk uraian?
1.3 Tujuan
Bertolak dari rumusan masalah di atas,
maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dasar
tes bentuk uraian, langkah-langkah menyusun tes uraian, dan penyekoran tes
bentuk uraian, serta sebagai bahan presentasi pada mata kuliah Evaluasi
Pengajaran pada Program Pendidikan Bahasa Indonesia Pascasarjana Universitas
PGRI Palembang.
II. PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik
Tes Bentuk Uraian
Tes
hasil belajar adalah salah satun alat ukur yang paling banyak digunakan untuk
mengetahui hasil belajar seseorang dalam proses belajar-mengajar atau suatu
program pendidikan. Karena sedemikian banyak tes itu digunakan dalam dunia
pendidikan, maka ada baiknya seorang guru sebagai salah satu pihak yang
berwenang menyusun tes hasil belajar, hendaknya mengetahui karakteristik
berbagai bentuk tes sebagai alat ukur hasil belajar.
Hopkins
melalui Suyata (1997:18) menjelaskan bahwa penyusunan tes adalah “lebih pada
seni daripada ilmu” dan seni menyusun tes dapat dipelajari lewat
petunjuk-petunjuk yang jelas, praktek penyusunan yang terus menerus, serta
umpan balik dari apa yang disusunnya.
2.1.1 Pengertian Tes Bentuk Uraian
Tes
uraian adalah butiran soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban
atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan
pikiran peserta tes secara naratif. Ciri khas tes uraian ialah jawaban terhadap
soal tersebut tidak disediakan oleh orang yang mengkontruksi butir soal, tetapi
disusun oleh peserta tes. Peserta tes bebas untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan. Setiap peserta tes dapat memilih, menghubungkan, dan atau
menyampaikan gagasan dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Soal
uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes untuk mengorganisasikan
gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan gagasan
atau pokok pikiran tersebut dalam bentuk
tulisan.
Djiwandono
(2008: 57) menjelaskan bahwasanya secara lebih khusus tes uraian (tes esai)
mengacu pada tes yang jawabannya berupa suatu esai atau uraian dalam berbagai
gaya penulisan, seperti diskriptif dan argumentatif, sesuai dengan permasalahan
yang menjadi pokok bahasan.
Salah
satu pertimbangan dalam menggunakan
salah satu bentuk tes, apakah tes subyektif atau tes objektif, maka perlu
dipahami terlebih dulu keunggulan dan
kelemahan bentuk tes tersebut. Jika telah menentukan pilihan untuk menggunakan
salah satu bentuk tes tersebut maka salah satu kiat dalam seni membuat soal tes
adalah memaksimalkan keunggulan tes
tersebut dan menekan seminimal mungkin kelemahan-kelemahan dari soal bentuk
tersebut.
Bentuk
tes uraian dapat diklasifikasi ke dalam dua tipe yaitu tes uraian bebas (extended response) dan tes uraian
terbatas (restricted response).
Pembedaan kedua tipe tes uraian ini adalah atas dasar besarnya kebebasan yang
yang diberikan kepada peserta tes untuk mengorganisasikan, menulis dan
menyatakan pikiran, tingkat pemahaman terhadap pokok permasalahan dan
gagasannya.
Sebagaimana telah dikemukakan, perbedaan utama antara tes uraian bebas dan uraian terbatas tergantung kepada kebebasan memberikan jawaban. Jawaban yang diberikan oleh peserta tes dalam tes uraian bebas hampir-hampir tidak ada pembatasan. Peserta tes memiliki kebebasan yang luas sekali untuk mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan gagasannya dalam menjawab soal tersebut. Jadi jawaban siswa bersifat terbuka, fleksibel, dan tidak tersrtuktur.
Sebagaimana telah dikemukakan, perbedaan utama antara tes uraian bebas dan uraian terbatas tergantung kepada kebebasan memberikan jawaban. Jawaban yang diberikan oleh peserta tes dalam tes uraian bebas hampir-hampir tidak ada pembatasan. Peserta tes memiliki kebebasan yang luas sekali untuk mengorganisasikan dan mengekspresikan pikiran dan gagasannya dalam menjawab soal tersebut. Jadi jawaban siswa bersifat terbuka, fleksibel, dan tidak tersrtuktur.
2.1.2 Keunggulan dan Kelemahan Tes Bentuk Uraian
Sarimanah
dalam http://eri-s-unpak.blogspot.com/2009/03/konsep-dasar-tes-dan-pengukuran-hasil.html
menjelaskan bahwa tes
uraian memiliki beberapa keunggulan, jika dibandingkan dengan tes objektif
antara lain:
1) Tes uraian dapat dengan baik mengukur hasil
belajar yang kompleks. Hasil belajar yang kompleks artinya hasil belajar yang
tidak sederhana. Hasil belajar yang kompleks tidak hanya membedakan yang benar
dari yang salah, tetapi juga dapat mengekspresikan pemikiran peserta tes serta
pemilihan kata yang dapat memberi arti yang spesifik pada suatu pemahaman
tertentu. Apabila yang diukur adalah kemampuan hasil belajar yang sederhana,
yaitu memilih suatu yang lebih benar atau yang lebih tepat, maka sebaiknya
menggunakan tes objektif.
2) Tes bentuk uraian terutama menekankan kepada
pengukuran kemampuan mengintegrasikan berbagi buah pikiran dan sumber informasi
kedalam suatu pola berpikir tertentu, yang disertai dengan keterampilan
pemecahan masalah. Integrasi buah pikiran itu membutuhkan dukungan kemampuan
untuk mengekspresikannya. Tanpa dukungan kemampuan mengekspresikan buah pikiran
secara teratur dan taat asas, maka kemampuan tidak terlihat secara utuh. Bahkan
kemampuan itu secara sederhana sudah akan dapat kelihatan dengan jelas dalam
pemilihan kata, penyusunan kalimat, penggunaan tanda baca, penyusunan paragraf
dan susunan rangkain paragraf dalam suatu keutuhan pikiran.
3) Bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi
peserta didik untuk melahirkan kepribadiannya dan watak sendiri, sesuai dengan
sifat tes uraian yang menuntut kemampuan siswa untuk mengekspresikan jawaban
dalam kata-kata sendiri. Untuk dapat mengekspresikan pemahaman dan penguasaan
bahan dalam jawaban tes, maka bentuk tes uraian menuntut penguasaan bahan
secara utuh. Penguasaan bahan yang tanggung atau parsial dapat dideteksi dengan
mudah. Karena itu untuk menjawab tes uraian dengan baik peserta tes akan
berusaha menguasai bahan yang diperkirakannya akan diujikan dalam tes secara
tuntas. Seorang peserta tes yang mengerjakan tes uraian dengan penguasaan bahan
parsial akan tidak mampu menjawab soal dengan benar atau akan berusaha dengan
cara membual.
4) Kelebihan lain tes uraian ialah memudahkan guru
untuk menyusun butir soal. Kemudahan ini terutama disebabkan oleh dua hal,
yaitu pertama, jumlah butir soal tidak perlu banyak dan kedua, guru tidak
selalu harus memasok jawaban atau kemungkinan jawaban yang benar sehingga akan
sangat menghemat waktu konstruksi soal. Tetapi hal ini tidak berarti butir soal
uraian dapat dikontruksikan secara asal-asalan. Kaidah penyusunan tes uraian
tidaklah lebih sederhana dari kaidah penyusunan tes objektif.
5) Tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis.
Hal ini merupakan kebaikan sekaligus kelemahannya. Dalam arti yang positif tes
uraian akan sangat mendorong siswa dan guru untuk belajar dan mengajar, serta
menyatakan pikiran secara tertulis.
Dengan demikian diharapkan kemampuan para peserta didik dalam menyatakan
pikiran secara tertulis akan meningkat. Tetapi dilihat dari segi lain,
penekanan yang berlebihan terhadap penggunaan tes uraian yang sangat menekankan
kepada kemampuan menyatakan pikiran dalam bentuk tulisan yang dapat menjadikan
tes sebagai alat ukur yang tidak adil dan tidak reliable. Bagi siswa yang tidak
mempunyai kemampuan menulis, akan menjadi beban.
Namun demikian tes uraian mempunyai kelemahan antara lain:
1) Reliabilitasnya rendah artinya skor yang dicapai
oleh peserta tes tidak konsisten bila tes yang sama atau tes yang paralel yang
diuji ulang beberapa kali. Ada tiga hal yang menyebabkan tes uraian
realibilitasnya rendah yaitu pertama keterbatasan sampel bahan yang tercakup dalam
soal tes. Kedua, batas-batas tugas yang harus dikerjakan oleh peserta tes
sangat longgar, walaupun telah diusahakan untuk menentukan batasan-batasan yang
cukup ketat. Ketiga, subjektifitas penskoran yang dilakukan oleh pemeriksa tes.
2) Untuk menyelesaikan tes uraian guru dan siswa
membutuhkan waktu yang relatif banyak.
3) Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai
bualan-bualan.
4) Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis
menjadi hal yang paling membedakan prestasi belajar siswa.
5) Sering terjadi hallo effect, carry over effect, dan order effect.
2.1.3 Penggunaan Tes Bentuk Uraian
Sebagaimana disebutkan di atas,
bahwasannya secara umum ada dua jenis tes yang memiliki karakteristik sangat
berbeda yakni tes obyektif dan tes subyektif. Kapan kedua jenis tes itu
dipergunakan akan bergantung pada tujuan soal tes itu dibuat.
Soal-soal
yang bertujuan mengungkap kognitif tingkat rendah, seperti ingatan pemahaman
dan aplikasi, maka sesuai menggunakan tes obyektif. Akan tetapi, hal yang sama
tidak berlaku untuk soal-soal yang lebih komplek dan dengan tujuan mengungkap
kognitif tinggi, seperti analisis, sintesis, dan evaluasi (Suyata, 1997:19).
Sebaiknya tes
uraian digunakan apabila :
1) Jumlah siswa
atau peserta tes relatif sedikit.
2) Waktu yang
dipunyai guru untuk mempersiapkan soal relatif singkat dan
terbatas.
3) Tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah
kemampuan mengekspresikan pikiran dalam bentuk tertulis, menguji kemampuan
dengan baik, atau penggunaan kemampuan penggunaan bahasa secara tertib.
4) Guru ingin memperoleh informasi yang tidak
tertulis secara langsung di dalam soal ujian tetapi dapat disimpulkan dari
tulisan peserta tes, seperti : sikap, nilai, atau pendapat. Soal uraian dapat
digunakan untuk memperoleh informasi langsung tersebut, tetapi harus digunakan
dengan sangat hati-hati oleh guru.
5) Guru ingin memperoleh hasil pengalaman belajar
siswanya.
2.2 Langkah-Langkah
Menyusun Tes Uraian
Sebenarnya
menyususn tes uraian tidak semudah yang diperkirakan banyak orang, kalau
benar-benar ingin menghasilkan butir
soal yang berkualitas. Ada beberapa ketentuan yang perlu diikuti dan dipenuhi.
Pemilihan format tes uraian menjadi pertimbangan lagi apabila mengingat betapa
tidak mudahnya pemberian skor dengan prinsip pengukuran yang benar. Berikut
adalah rambu-rambu bagaimana menyusun tes uraian dengan memenuhi kriteria dan
prinsip-prinsip pengukuran.
2.2.1 Penentuan Tujuan Tes
Suyata
(1997:19) menguraikan bahwa tes yang baik perlu direncanakan
dengan hati-hati dan teliti. Petunjuk yang biasa diberikan untuk itu adalah
sesuaikan tes yang disusun dengan tujuan kurikulum, bukan pada apa yang
tertulis, melainkan pada apa yang dipelajari. Perhatikan tujuan diadakan tes
tersebut,seperti untuk melihat perbedaan individu, atau untuk penguasaan kelas
akan materi yang dipelajari, serta sesuaikan tes dengan tingkat kemampuan
siswa.
Tujuan
tes perlu dinyatakan secara eksplisit dan jelas, agar tes benar-benar mengukur
apa yang hendak diukur. Dikatakan demikian karena tes yang berkualitas dituntut
memenuhi syarat validitas dan reliabilitas.
Yang
perlu diperhatikan, jangan sampai terjadi tes uraian prestasi belajar dipakai
untuk mengukur kemampuan menulis atau sebaliknya alat ukur untuk kemampuan
menulis dipakai untuk mengukur prestasi belajar (Suyata, 1997:20).
2.2.2 Penyusunan Kisi-Kisi Tes Dengan Cermat
Kisi-kisi
adalah suatu format berupa matrik yang memuat pedoman untuk menulis soal atau
merakit soal menjadi suatu tes (Ninik dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2105619-kaidah-penyusunan-soal-ulangan-uraian).
Suyata (1997:20) menguraikan bahwa
kisi-kisi ujian adalah suatu format yang berisi kriteria tentang soal-soal yang
diperlukan oleh suatu tes. Oleh karena tidak semua penyusun kisi-kisi adalah
penulis soal, maka komponen kisi-kisi perlu jelas dan mudah dipahami agar
penulisan soal dapat dilaksanakan. Dengan adanya kisi-kisi, penulis soal yang
berbeda, dengan kualitas yang relatif sama, diharapkan menghasilkan soal yang
relatif sama, baik tingkat kedalamannya maupun cakupan materi yang dibahas.
Menurut
Balitbang Depdikbud dikutip Suyata
(1997:21) kisi-kisi yang baik harus memenuhi kriteria diantaranya (1)
dapat mewakili isi kurikulum secara tepat, (2) komponen-komponen jelas dan
mudah dipahami, (3) dapat dilaksanakan atau disusun soalnya.
Ninik dalam http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2105619-kaidah-penyusunan-soal-ulangan-uraian)
menjelaskan bahwa kisi-kisi tes
prestasi belajar harus memenuhi persyaratan, yaitu: mewakili isi kurikulum/kemampuan
yang akan diujikan; komponen-komponennya rinci, jelas, dan mudah dipahami; dan soal-soalnya
dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
Secara
umum komponen-komponen yang biasa dimuat dalam penyusunan kisi-kisi tes
prestasi belajar adalah sebagai berikut: (1) jenis sekolah/jenjang sekolah, (2)
tingkat sekolah, (3) bidang Studi / mata pelajaran, (4) tahun pelajaran, (5)
kurikulum yang diacu/ dipergunakan, (6) jumlah soal, (7) bentuk soal, (8) standar
kompetensi , (9) kompetensi dasar, (10) materi yang akan diujikan/dijadikan
soal, (11) indikator, (12) nomor urut soal (jika diperlukan).
Suyata
(1997:21) menjelaskan bahwa komponen yang terdapat pada sebuah kisi-kisi
bermacam-macam, bergantung pada model tesnya. Tes bahasa komunikatif Carroll
misalnya, berisi (1) tujuan kegiatan, (2) kompetensi, (3) saluran, (4) lingkup,
(5)jumlah soal, (6) format tes.
Contoh kisi- kisi tes uraian model Carroll.
Tujuan
|
Kompetensi
|
Saluran
|
Lingkup
|
Jumlah
Soal
|
Format
Tes
|
Memperoleh informasi lewat
bahasa tulis
|
Membaca
|
Bahan tertulis
|
-Isi pokok
- Isi tambahan
-Pemahaman
faktual
-Pemahaman inferensia
|
5
|
Tes uraian
|
Weir dikutip Suyata (1997:21) mengembangkan model kisi-kisi tes bahasa komunikatif yang lain, meskipun 1997:21tekanannya sama, yaitu pada isi materi. Ada empat macam-macam kisi-kisi yang dikembangkan, yaitu kisi-kisi untuk keterampilan membaca, berbicara, menulis, dan menyimak. Kisi-kisi untuk keterampilan membaca misalnya, terdiri atas empat komponen, yaitu (1) tingkat keterampilan, (2) pengoperasian isi materi, (3) tipe teks dan topik, (4) format tes.
2.2.3 Penulisan Butir Soal
Setelah kisi-kisi disiapkan, tahap
selanjutnya adalah menulis butir soal. Sebelum penulisan soal dilakukan,
penulis perlu memperhatikan batasan jawaban soal, seperti kedalaman, ruang
lingkup soal, serta jumlah rincian. Penentuan jawaban soal tersebut penting
sebab secara langsung akan berkaitan dengan perumusan butir soal yang akan
ditulis. Butir soal yang terlalu luas atau terlalu sempit perlu dihindari sebab
akan menyulitkan dalam pemberian skor.
Hopkins
melalui Suyata (1997:22) memberikan rambu-rambu untuk menulis butir soal tes
bahasa bentuk uraian, yaitu sebagai berikut:
1) Soal
ditulis sedemikian rupa sehingga soal menjadi spesifik dan dapat
ditangkap dengan jelas oleh peserta ujian.
2)
Pertanyaan uraian diawali dengan kata-kata bandingkan, berilah alasan, atau
jelaskan, dan hendaknya menghindari kata-kata seperti apa, kapan, atau siapa pada awal soal, sebab hanya akan
memancing jawaban yang berupa reproduksi informasi belaka.
3)
Beberapa butir soal dengan jawaban relatif pendek-pendek lebih baik daripada
satu soal tetapi memerlukan jawaban panjang. Hal ini berkaitan dengan masalah
reliabilitas tes, yang makin banyak jumlah soal, makin tinggi koefisien
reliabilitas soal tersebut.
4)
Disarankan untuk tidak menulis butir soal bentuk pilihan pada soal tes uraian,
kecuali penulis soal dapat memberikan bobot skor yang sama pada soal-soal yang
diberikan.
5) Soal
disusun secara berseri dari yang sederhana sampai ke yang kompleks, dari soal
yang relatif mudah, makin lama makin sulit, dan diakhiri dengan soal yang
paling sulit, yaitu soal evaluasi.
Selain
rambu-rambu tersebut di atas, Pusat Penelitian Sistem Pengujian dikutip Suyata
(1997:22) menambahkan perlunya rumusan soal tes uraian yang menggunakan kata
tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian, seperti mengapa, jelaskan,
uraikan, tafsirkan, dan sebagainya, serta rumusan soal tes uraian perlu
menggunakan bahasa yang sederhana dan sesuai kaidah bahasa yang berlaku.
2.2.4
Penelaahan
Soal Tes Uraian
Soal yang telah selesai ditulis
perlu ditelaah kembali. Tujuan kegiatan adalah untuk melihat dan mengkaji
setiap butir soal agar menghasilkan soal dengan kualitas yang baik, sebelum
soal tersebut digunakan dalam suatu perangkat tes. Penelaahan butir soal
dilakukan dengan cara menyesuaikan butir soal dengan kisi-kisi tes, kurikulum,
atau buku sumber. Langkah ini juga dimaksudkan untuk menjaga validitas isi tes.
Telaah soal yang dilakukan
berupa telaah materi dan telaah bahasa.
Telaah materi dimaksudkan untuk melihat kesesuaian antara materi yang telah
diajarkan, tertera dalam kisi-kisi, dengan soal yang ditulis. Sedangkan telaah
bahasa maksudnya untuk melihat kejelasan, kebenaran, dan ketepatan bahasa yang
digunakan agar soal yang ditulis dapat dipahami oleh peserta didik sebagaimana
dimaksudkan oleh pembuat soal.
Kegiatan penelaahan soal ini dapat
dilakukan oleh penulis soal sendiri maupun dilakukan oleh orang lain yang bukan
penulisnya.
2.3 Penskoran Tes Uraian
Dari beberapa jenis tes subyektif,
tes uraian merupakan jenis tes yang paling tinggi tingkat subyektivitasnya,
karena jawabannya yang relatif panjang, beragam isi dan kemasannya.
Djiwandono (2008: 59) menjelaskan
bahwasanya penskoran tes subyektif dalam bentuk esei tidak dilakukan dengan
menggunakan kunci jawaban seperti pada penskoran tes obyektif, melainkan dengan
menggunakan rambu-rambu penskoran (scoring
guide), yang memuat pedoman, kadang-kadang sekadar kriteria, yang
menyebutkan jawaban yang diharapkan dalam hal relevansi isi, susunan, bahasa
yang digunakan termasuk ejaan, bahkan panjang dan pendeknya jawaban, dan
lain-lain. Kadang-kadang disertai proporsi skor yang disediakan bagi
masing-masing unsur berdasarkan tingkat pentingnya suatu unsur yang diskor.
Kriteria penskoran tes esei secara
analitik:
1)
Relevansi isi jawaban peserta tes dengan
jawaban yang diharapkan.
2)
Kecukupan isi jawaban peserta tes tentang masalah yang ditanyakan.
3)
Kerapian dan kejelasan penyusunan isi jawaban peserta tes.
4) Lain-lain yang perlu dan relevan
dengan bidang kajian dan titik berat sasaran tes (dengan uraian dan
rinciannya), misalnya penggunaan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti.
Djiwandono (2008: 6) menjelaskan
dengan memberikan contoh rincian kriteria dengan tingkatan ketercapaian kriteria
dan alokasi skor pada tes esei. Seandaianya semua kriteria itu diperlakukan
sama berat tanpa pembobotan, dan dengan contoh rentangan skor 4, 3, 2, 1 yang
menunjukkan tingkat ketercapaian kriteria yang menggambarkan tingkat mutu esei,
maka rincian kriteria itu seperti pada contoh berikut.
NO
|
KRITERIA
|
RINCIAN
TINGKAT KETERCAPAIAN KRITERIA
|
SKOR
|
1
|
Relevansi isi
|
Isi
sepenuhnya sesuai dengan pertanyaan
|
4
|
Isi
sebagian besar sesuai dengan pertanyaan
|
3
|
||
Isi
sedikit sesuai dengan pertanyaan
|
2
|
||
Isi
jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan
|
1
|
||
2
|
Ketuntasan
|
Jawaban
tuntas
|
4
|
Jawaban
hampir tuntas
|
3
|
||
Jawaban
kurang tuntas
|
2
|
||
Jawaban
jauh dari tuntas
|
1
|
||
3
|
pengorganisasian
|
Amat
sistematis
|
4
|
Mendekati
sistematis
|
3
|
||
sedikit
sistematis
|
2
|
||
Tidak sistematis
|
1
|
Jika penskoran dilakukan tanpa
pembobotan dalam arti bahwa semua kriteria dianggap sama berat dan dialokasikan
rentangan skor yang sama, maka skor jawaban esei seorang peserta tes diperoleh
dengan menjumlahkan skor-skor yang diperolehnya. Jika penskoran dilakukan
dengan pembobotan, maka bobot masing-masing kriteria perlu ditentukan
berdasarkan pentingnya berbagai komponen kemampuan dalam melakukan pekerjaan
yang ditugaskan.
Suyata (1997:23) menguraikan beberapa cara yang dapat dilakukan
berkaitan dengan kegiatan penskoran tersebut:
1) Model
Jawaban
Sebelum
memulai pemberian skor dalam tes uraian, pengoreksian ujian perlu membuat
contoh jawaban benar untuk setiap butir soal sebagai model. Dengan model
tersebut, penskoran akan berjalan relatif sesuai dengan ukuran yang sama, berlaku
untuk setiap jawaban pada soal yang sama. Hal ini akan lebih menyingkat waktu
dan meningkatkan akurasi penskoran.
2) Penskoran
Keseluruhan dan Bagian demi Bagian
Penskoran keseluruhan adalah cara
penskoran yang tidak dibagi-bagi atas elemen-elemen. Jawaban ujian dibaca
secara keseluruhan, kemudian ditentukan jumlah skor untuk setiap butir soal.
Kriteria penskoran dibuat bertingkat, seperti sangat baik, baik, cukup, kurang,
dan sangat kurang.
Cara penskoran yang lain adalah
bagian demi bagian. Hal ini lebih dianjurkan sebab penskoran akan relatif lebih
teliti. Dengan menyusun daftar poin-poin penting dalam setiap jawaban.
3)
Satu Butir untuk Seluruh Peserta
Jawaban hendaknya dibaca tiap butir
untuk seluruh peserta tes, agar reliabilitas skor dapat dipertahankan.
4)
Buat Poin-Poin Penting untuk Setiap
Jawaban Soal
Agar
penskoran dapat dilakukan dengan lebih obyektif, untuk setiap soal perlu dibuat
daftar poin-poin penting yang perlu ada.
III. SIMPULAN
Prestasi
belajar memiliki arti yang penting dan sangat strategis dalam upaya
peningkatan kualitas pendidikan, sehingga sangat diperlukan alat ukur yang
berkualitas pula untuk memantau dan menjaga agar prestasi belajar senantiasa
mengalami peningkatan mutu, yang salah satu bentuknya adalah tes uraian.
Tes uraian memiliki karakteristik yang
sangat berbeda dengan jenis bentuk yang lain, oleh karena itu dalam rangka
membuat tes uraian yang bermutu, pendidik dalam hal ini diharapkan memahami
betul karakteristik tersebut, termasuk mengetahui keunggulan dan kelemahan tes
uraian, teknis penyusunannya, sehingga
akan dapat membuat tes uraian yang sesuai dengan harapan.
Langkah-langkah menyusun tes uraian
dan tahap-tahap penyusunannya mulai dari menentukan tujuan, pembuatan
kisi-kisi, penulisan butir soal, hingga penelaahan soal perlu dilaksanakan
secara urut dan cermat untuk menjaga agar tes yang dihasilkan menjadi akurat
dan baik.
Penskoran tes bentuk uraian
membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran yang khusus dan relatif banyak jika
dibandingkan dengan penskoran jenis tes yang obyektif. Oleh karena itu perlu
sekali diperhatikan teknik dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
penskoran, agar tes uraian yang dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana tujuan
yang diinginkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian
dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE.
Djiwandono, Soenardi. 2008. Tes
Bahasa (Pegangan bagi Pengajar
Bahasa).Jakarta: PT Indeks.
Suyata, Pujiati. 1997. Tes Bahasa Bentuk Uraian (Upaya ke Arah
Kualitas
Soal).Jakarta.Jurnal Cakrawala Pendidikan No.2 Tahun
XVI.
Sarimanah
, Eri.2009. Konsep Dasar Tes Dan Pengukuran Hasil Belajar.
http://eri-s-unpak.blogspot.com/2009/03/konsep-dasar-tes-dan-pengukuran-hasil.html, diakses 30 Oktober 2011.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2105619-kaidah-penyusunan-soal-ulangan-uraian) diakses 30 Oktober 2011.
Assalamualaiku
BalasHapusSaya ingin bertanya,penggunaan tes uraian poin tentang guru ingin melihat nilai sikap dari hasil tes uraian itu sumber bukunya dari mana yach?