I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra
merupakan hasil karya manusia dengan mendayagunakan imajinasi yang terdapat dalam
diri pengarangnya. Keberadaan karya sastra dalam kehidupan manusia akan dapat
mengisi “kedahagaan jiwa” karena membaca karya sastra bukan saja dapat
memberikan hiburan, juga akan dapat memberikan “pencerahan jiwa” karena
nilai-nilai yang dapat dipetik sesudah membaca dan merenunginya lebih lanjut.
Dengan kata lain, karya sastra akan dapat memberikan hiburan dan manfaat.
Dengan membaca karya sastra, kita akan sejenak dapat mengalihkan duka dan
mengikuti jalan cerita, keindahan, dan keluwesan bahasa yang ditampilkan
pengarang. Manfaat karya sastra diperoleh melalui nilai-nilai tersirat, dibalik
jalinan cerita yang disampaikan oleh pengarang. Dengan membaca karya sastra,
nilai-nilai tertentu akan
meresap secara tidak langsung dibalik alur atau jalinan cerita yang secara apik
ditampilkan.
Sastra merupakan
refleksi pengalaman kemanusiaan yang diolah dengan ramuan imajinasi dan
keluwesan penyampaian melalui bahasa yang digunakan. Dalam kehidupannya manusia
adalah para “aktor” yang melaksanakan perannya masing-masing. Hiruk pikuk
kehidupan membuat sebagian manusia terkadang tidak sempat lagi melakukan
perenungan. Dengan aktivitas yang demikian padat karena tuntutan kebutuhan yang
semakin tinggi, dapat membuat manusia tidak sempat lagi memikirkan hal-hal yang menjadi nilai dalam kehidupannya dan meningkatkan
nilai-nilai kemanusiaan dalam dirinya. Leslie Strata dalam Wardani (1981:2)
mengatakan bahwa sastra sebagai pengalaman kemanusiaan dapat disumbangkan untuk
bahan perenungan.
Prosa
adalah salah satu bentuk sastra, yang tidak terikat oleh ikatan baris dan bait
seperti halnya puisi. Dalam prosa,
pengarang lebih banyak memiliki keleluasaan pengungkapan. Oleh karena itu,
prosa sering digolongkan sebagai karangan bebas.
Prosa
sastra dapat dibagi atas prosa fiksi dan nonfiksi. Prosa fiksi terdiri atas
dongeng, novel, dan cerpen. Pada zaman sekarang novel dan cerpen adalah bentuk prosa
fiksi yang cukup populer. Dongeng sebagian masih diminati baik untuk meneruskan
tradisi, maupun karena kandungan nilai di dalamnya. Novel dan cerpen mempunyai
sejumlah karakteristik yang memberi corak masing-masing pada kedua bentuk prosa
tersebut.
Dalam
makalah ini nantinya akan dibahas pengertian prosa fiksi baik secara leksikal
melalui kamus atau menurut pendapat para ahli. Selain itu, juga akan dijabarkan
ragam prosa fiksi sebagai bahan untuk keutuhan pemahaman kita terhadap prosa
fiksi tersebut. Secara global dua hal tersebutlah yang menjadi esensi
pembahasan makalah ini.
B.
Perumusan Masalah
Masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah
hakikat dari prosa fiksi itu?
2. Bagaimanakah
ragam prosa
fiksi itu?
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam pembahasan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan
dan memahami hal berikut:
1. hakikat prosa fiksi,
2. ragam prosa fiksi.
II.
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Prosa Fiksi
Sebelum
kita dapat menjelaskan hakikat prosa fiksi, mungkin pembahasannya akan menjadi
lebih baik apabila dimulai dari pengertian prosa. Terkait dengan itu, kami
telah menemukan pengertian prosa dari berbagai sumber. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa prosa adalah
karangan bebas yang tidak terikat oleh kaidah seperti yang terdapat dalam
puisi. Pengertian yang lebih lengkap dikemukakan oleh
Suprapto (1991: 64),
yang mengatakan bahwa prosa adalah karangan
bebas yang tidak terikat oleh ikatan yang terdapat dalam puisi seperti matra,
rima, serta penyusunan larik dan bait. Kemudian, Syamsir Arifin dalam Kamus Sastra Indonesia mengatakan bahwa
prosa adalah karangan bebas yang tidak terikat oleh bait, banyak baris dalam
satu bait, banyak suku kata dalam satu baris , dan tidak terikat oleh sajak.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa prosa adalah karangan bebas yang memiliki bentuk pengungkapan tidak
terikat. Bentuk pengungkapan prosa dalah kebalikan dari bentuk pengungkapan
puisi yang tidak terikat misalnya dengan adanya: matra, rima (sajak), larik
(baris), dan bait.
Kemudian,
apakah prosa itu hanya berupa karya sastra? Kosasih (2008:2) mengatakan bahwa
prosa tidak hanya terbatas pada tulisan yang berupa karya sastra. Ia
mengklasifikasikan prosa atas prosa nonsastra dan prosa sastra. Yang termasuk
prosa nonsastra adalah laporan, makalah, dan artikel. Prosa sastra dibagi atas:
prosa fiksi, (dongeng, cerpen, dan
novel) dan prosa nonfiksi (biografi, autobografi, dan esai).
Nurgiyantoro
(2010:30) mengatakan bahwa fiksi adalah karangan yang mengungkapkan berbagai
masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan diri sendiri,
serta interaksinya dengan Tuhan. Fiksi dapat dikatakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang
terhadap lingkungan dan kehidupan. Pengertian ini nampaknya menekankan pada
substansi dan proses kelahiran fiksi. Kemudian, Atar Semi (1988: 31) mengatakan
bahwa fiksi adalah cerita rekaan dalam bentuk prosa sebagai hasil olahan
pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran, dan penilaiannya tentang
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi atau hanya berlangsung dalam hayalan
pengarang.
Dengan
demikian, kami menyimpulkan bahwa fiksi adakan cerita rekaan yang dibuat
berdasarkan pandangan,
penafsiran, perenungan, dialog, dan reaksi pengarang, terhadap
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi
atau hal yang hanya berlangsung dalam alam imajinasi
pengarangnya.
Berdasarkan
pengertian prosa dan fiksi di atas, prosa fiksi dapat diartikan sebagai
karangan bebas berupa cerita rekaan yang dibuat berdasarkan pandangan,
penafsiran perenungan, dialog, dan reaksi pengarang, terhadap
peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi atau
hal
yang hanya berlangsung dalam alam imajinasi pengarangnya.
Prosa
fiksi sebagai salah satu genre sastra mengandung unsur-unsur yang meliputi:
pengarang, isi penciptaan, media penyampai (bahasa), dan elemen-elemen
fiksional (unsur intrinsik dan ekstrinsik). Unsur intrinsik adalah unsur-unsur
yang membangun karya sastra (dari dalam) misalnya: tema, amanat, alur,
penokohan, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik
adalah unsur-unsur pembangun yang berasaldari luar sastra misalnya: kebudayaan,
sosial, agama, psikologi, politik, dsb. (Aminuddin, 2002:66).
B.
Ragam
Prosa Fiksi
Kosasih
(2008:51) menbagi prosa fiksi atas: dongeng, cerpen, dan novel. Di bawah ini adalah penjelasan satu per satu masing-masing ragam prosa fiksi
tersebut.
1.
Dongeng
Dongeng
merupakan salah satu warisan nenek moyang kita. Pada zaman dahulu dongeng
disampaikan secara lisan, tidak melalui buku atau media elektronik seperti yang
umumnya kita nikmati pada masa ini. Misalnya para orang tua sering menyampaikan
dongeng kepada anaknya sebagai pengantar tidur. Dongeng yang diceritakan itu
sebenarnya adalah warisan dari generasi sebelumnya. Dengan demikian,
penyampaiannya secara turun temurun dan dari mulut ke mulut (lisan). Selain
itu, pada zaman dahulu ada juga dongeng yang sengaja disampaikan melalui
pelipur lara. Sesuai dengan namanya, penglipur lara bertugas menghibur orang
lain melalui dongeng-dongeng yang disampaikannya.
Apakah
yang dimaksud dongeng itu? Syamsir dalam Kamus
Sastra Indonesia (1991:36) mengatakan bahwa dongeng adalah cerita khayal.
Dongeng termasuk dalam hasil sastra lama yang menceritakan makhluk halus, asal
mula binatang, tumbuh-tumbuhan, atau benda-benda lain yang tidak masuk akal.
Jin, hantu, setan, dan tukang sihir adalah bumbu utama bagi sebuah dongeng.
Kemudian, Kosasih (2008:52) mengatakan bahwa dongeng adalah cerita yang dibumbui
dengan hal-hal yang tidak masuk akal atau tidak mungkin terjadi dalam dunia
kenyataan. Dengan kata lain, kami menyimpulkan bahwa dongeng adalah cerita
khayal yang mengandung hal-hal tidak masuk akal dengan substansi penceritaan
yang bermacam-macam misalnya: makhluk halus dengan beragam macamnya, binatang,
tumbuh-tumbuhan, atau manusia itu sendiri.
Menurut
isinya dongeng dapat digolongkan menjadi
sebagai berikut:
a.
Fabel
Adalah dongeng yang
mengisahkan kehidupan binatang yang mengandung ibarat atau hikmah bagi pembaca.
Pelakunya adalah binatang yang berperan sebagai manusia atau sebaliknya. Contoh
fabel adalah Cerita Kancil dan Buaya, Hikayat Kalilah dan Dimnah, Hikayat
Burung Bayan, dan Pak Belalang.
b. Legenda
Adalah cerita-cerita
yang dihubungkan dengan keadaan alam atau berkaitan dengan peristiwa terjadinya
suatu negri, danau, gunung, dsb. Contoh legenda adalah cerita Malin Kundang dan
Cerita Tangkuban Perahu (Sangkuriang).
c. Myte
Adalah cerita-cerita
yang dihubungkan dengan kepercayaan (animisme dan dinamisme) misalnya berkaitan
dengan kehidupan dewa-dewa dan mahluk halus. Misalnya Cerita Nyi Roro Kidul,
Cerita Mahabrata, dan Cerita Kera Sakti.
d. Sage
Adalah cerita yang
dihubungkan dengan orang-orang sakti, orang-orang sangat berani, dan
orang-orang yang dianggap keturunan dewa. Contohnya Hikayat Hang Tuah dan
Hikyat Sri Rama. (Abidin, dkk.
1972:25-26).
2.
Novel
Novel
termasuk ragam prosa fiksi yang digemari oleh pembaca. Kata novel berasal dari
bahasa Italia yaitu “novella” yang berarti “sebuah barang baru yang kecil”.
Dalam perkembangannya, novel adalah prosa fiksi yang secara imajinatif
mengisahkan sisi utuh problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang
tokoh dalam kehidupannya, tentunya dalam koridor olahan imajinasi pengarangnya.
Pengertian
lain dikemukakan oleh Deti (2005:115),
bahwa novel adalah prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang-orang disekelilingnya, yang menonjolkan watak dan sifat
tokoh-tokohnya. Secara substansial pengetian ini tidak jauh berbeda. Hanya
disini ada penjelasan tentang penonjolan watak dan sifat tokoh. Pengungkapannya
yang relatif panjang, memungkinkan pengarang untuk melukiskan tokoh secara
lebih leluasa termasuk watak dan sifat yang dimilikinya dengan berbagai teknik
baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Dari
dua pengertian tersebut kami dapat mengambil benang merah pengertian novel.
Novel adalah salah satu ragam prosa fiksi yang secara imajinatif mengisahkan
kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya atau mengisahkan sisi utuh
problematika kehidupan dengan menonjolkan watak dan sifat ysng dimiliki para
tokoh.
Beberapa
contoh novel adalah Belenggu (Armijn
Pane), Atheis (Muchtar Lubis), Pulang (Toha Muhtar), Burung-burung Manyar (YB Mangun Wijaya),
Telegram (Putu Wijaya), dan Merahnya Merah (Iwan Simatupang).
Sejalan
dengan klasifikasi Kosasih (2008:51) yang membagi prosa fiksi atas dongeng,
cerpen, dan novel, makalah ini tidak mencantumkan roman sebagai salah satu
ragam prosa fiksi. Atar Semi (1988:32) mengatakan bahwa dalam istilah novel
tercakup pengertian roman. Istilah roman dipergunakan pada zaman sebelum perang
dunia kedua di Indonesia. Penggunaan istilah roman adalah wajar karena
sastrawan Indonesia pada waktu itu umumnya berorientasi ke negeri Belanda, yang
lazim menamakan bentuk ini sebagai roman.
3.
Cerpen
Secara selintas
hal yang diidentifikasi dengan jelas pada sebuah cerpen adalah wujudnya yang
pendek, singkat, atau tidak panjang. Mengenai soal panjang pendeknya ukuran
fisik cerpen, Atur semi (1988:34) mengatakan bahwa soal panjang pendeknya
ukuran fisik cerpen tidak menjadi ukuran yang mutlak. Cerpen memilih cara
penampilan cerita yang pekat dan lebih menampilkan individualitas pengarangnya
tanpa harus kehilangan identitas.
Cerita pendek
walaupun halamannya relatif pendek (sedikit), namun tetap mengandung keutuhan
cerita. Artinya dengan jumlah halaman yang minimal bukan berarti terjadi
pemenggalan-pemenggalan prinsipil yang menyebabkan ceritanya seperti
terpotong-potong. Oleh karena itu, permasalahan yang digarap tidaklah begitu
kompleks, kemudian penokohan, perwatakan, dan latar belakang dilukiskan secara
jelas dan mendalam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:210)
dikatakan bahwa cerpen memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan
diri pada satu tokoh dalam satu situasi.
Dengan demikian,
apakah cerpen itu?
Deti (2005:117) mengatakan bahwa cerpen adalah karangan pendek berbentuk
naratif. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan manusia yang penuh pertikaian,
mengharukan, menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan.
Penggunaan kata sepenggal
menyiratkan bahwa yang diceritakan dalam cerpen hanyalah cuplikan kehidupan,
tidak mungkin menceritakan beragam aspek kehidupan secara mendetail. Kemudian,
Syamsir dalam Kamus Sastra Indonesia
(1991:30) mengatakan bahwa cerpen adalah cerita rekaan yang memusatkan diri
pada satu tokoh dalam satu situasi pada suatu saat sehingga memberikan kesan
tunggal terhadap pertikaian yang mendasari cerita tersebut.
Kesimpulan dari
dua pendapat tersebut, cerpen adalah karangan pendek yang menceritakan
sepenggal kehidupan manusia dengan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu
situasi sehingga memberikan kesan tunggal terhadap pertikaian yang mendasarinya.
Konsekuensi dari
pengertian di atas, Kosasih (2008:53) mengatakan cerpen memiliki kesederhanaan
dari segi alur, tema, dan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan. Tokoh yang
dimunculkan hanya beberapa orang dan latar yang dilukiskan hanya sesaat dan
dalam lingkungan yang relatif terbatas.
Beberapa
contoh cerpen di antaranya Dari
Ave Maria ke Jalan lain ke Roma (Idrus), Robohnya
Surau Kami (A.A. Navis), Terang
Bulan Terang di kali (S.M. Ardan), dan Selendang
(Wildan Yatim).
III.
KESIMPULAN
Prosa ternyata tidak hanya
berkaitan dengan tulisan yang berupa karya sastra karena prosa dapat
diklasifikasikan
atas prosa sastra dan nonsastra. Prosa fiksi merupakan bagian dari prosa sastra
yang terdiri atas dongeng, novel, dan cerpen.
Banyak
ahli sastra yang telah mendefinisikan prosa fiksi. Satu hal yang patut dicatat bahwa prosa fiksi
berbentuk karangan hasil olah imajinasi pengarangnya terhadap peristiwa yang
terjadi atau yang ada dalam alam imajinasi belaka. Di sini terkandung
pengertian bahwa prosa fiksi belum tentu menceritakan hal-hal rekaan belaka.
Yang diceritakan dapat pula berupa hal-hal nyata yang diolah sedemikian rupa
dengan imajinasi, penafsiran, dan perenungan dari pengarang.
Dongeng
adalah salah satu ragam prosa fiksi yang keberadaannya sudah ada sejak zaman
nenek moyang kita dahulu. Semula dongeng adalah sastra lisan yang disampaikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai suatu tradisi yang bersifat
hiburan sekaligus memberi manfaat. Kelebihan dongeng adalah dibalik hal yang tidak masuk akal,
kita akan dapat menemukan nilai-nilai yang bermanfaat atau nilai-nilai yang
berguna dalam kehidupan.
Novel
adalah salah satu ragam prosa fiksi yang memberi keleluasaan kepada
pengarangnya untuk mengungkapkan sisi kehidupan dan problematika kehidupan
relatif lebih utuh dengan menonjolkan watak dan perilaku tokoh-tokohnya. Dengan
membaca novel, pembaca dapat menikmati sebuah gambaran dan refleksi kehidupan
melalui pemeranan yang dilakukan oleh tokoh, yang tentunya tidak terlepas dari
kemampuan pengarang menghidupkan dan mendeskripsikan watak tokoh.
Pembicaraan
mengenai cerpen dapat mengarah pada wujud fisiknya yang memang relatif singkat
(pendek). Namun, pendeknya wujud fisik cerpen pada dasarnya tidak mengurangi keutuhan cerita yang
ditampilkan. Tentunya pengarang
cerpen dituntut dapat memilih alur, tema, dan amanat yang sederhana dengan
tokoh-tokoh yang tidak banyak sehingga dengan bentuknya yang singkat tidak mengurangi keutuhan cerita
yang ditampilkan dan pembaca tetap dapat memetik nilai-nilai yang berguna bagi
kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.
Arifin,
Syamsir. 1991. Kamus Sastra Indonesia.
Padang: Angkasa Raya
Jana,
Bakhti, dan Zainal Abidin. 1972. Bahasa
Nasional Indonesia.
Palembang: Pustaka Ganesha.
Kosasih,
E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia.
Jakarta: Nobel Edumedia.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada
University Press.
Pusat
Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Suprapto.
1991. Kumpulan Istilah dan Apresiasi
Sastra. Surabaya. Indah.
Semi,
M. Attar. 1988. Anatomi Sastra.
Padang Angkasa Raya.
Syamrotul
Fuadi, Deti. 2005. Bahasa Indonesia: Ringkasan
dan Bank Soal.
Bandung: Yrama Widya.
Wardani,
I.G.A.K. 1981. Pengajaran Sastra.
Jakarta: Proyek Pengembangan
Pendidikan Guru (P3G),
Depar
Atheis punyaan Achdiat K. Mihardja, Boy. Selain itu, tulisan ini cukup oke juga. Buat lagi yang lain, Boy. Makasih banyak.
BalasHapusAtheis punyaan Achdiat K. Mihardja, Boy. Selain itu, tulisan ini cukup oke juga. Buat lagi yang lain, Boy. Makasih banyak.
BalasHapus