Jumat, 10 Februari 2012

Makalah Infleksi dan Derivasi

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Berdasarkan penelitian morfologis, ada berbagai kemungkinan untuk menggolongkan konstruksi-konstruksi morfem, misalnya menurut penafsiran dan jenis-jenisnya, namun yang paling masuk akal adalah penggolongan menurut morfem dasar yang sama. Sebagai contoh kontruksi morfenemis yang mungkin dikembangkan dari morfem pradasar yaitu kata ajar menjadi mengajar, belajar, pelajaran, dan seterusnya. Demikian pula kontruksi dengan bentuk polimorfemis sebagai dasar, misalnya dengan kata pelajaran sebagai dasar ada kata pelajaranku, pelajaranmu, dan pelajarannya. 
            Para ahli linguistik berpendapat bahwa dua golongan bawahan yang terpenting dalam paradigma morfemis adalah golongan yang berdasarkan infleksi dan berdasarkan derivasi. Golongan  infleksi adalah daftar paradigmatis yang terdiri atas bentuk-bentuk kata yang sama, sedangkan golongan derivasi adalah daftar yang terdiri atas bentuk-bentuk kata yang tidak sama, misalnya bentuk kata mengajar dan diajar adalah dua bentuk kata aktif dan pasif dari kata yang sama yaitu
mengajar, sedangkan mengajar dan pengajar merupakan dua kata yang berbeda yaitu kata verba dan nomina.
            Sebagian besar para ahli linguistik sebenarnya memakai istilah paradigma hanya untuk alternan-alternan didalam batas kata yang sama secara fleksi saja. Dalam makalah ini kitapun memakai pengertian tersebut berkenaan dengan istilah infleksi.

1.2    Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disampaikan beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:
1.        Apakah pengertian infleksi dan derivasi?
2.        Apakah perbedaan antara infleksi dan derivasi?

1.3    Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah in yaitu sebagai berikut:
1.        Untuk mengetahui pengertian infleksi dan derivasi.
2.        Untuk mengetahui perbedaan infleksi dan derivasi.

























PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Infleksi
Menurut Bickford dkk, dikutif Ba’dulu dan Herman (2005:12) ” morfologi infleksional tidak mengubah satu kata menjadi kata yang lain dan tidak pernah mengubah kategori sintaksis sebaliknya menghasilkan bentuk lain dari kata yang sama”.
            Menurut Verhaar, (2010:121) ”fleksi  adalah proses morfemis yang ditetapkan pada kata sebagai unsur leksikal yang sama”.
            Menurut Chaer, (2007:171) ”sebuah kata yang sama hanya bentuknya yang berbeda yang disesuaikan dengan katagori gramatikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam morfologi infleksional disebut paradigma infleksional”.
            Menurut Kridalaksana, (1993:830) mengatakan bahwa infleksi adalah perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal yang mencakup deklinasi nomina, pronomina, ajektiva, dan konjungsi verba, serta merupakan unsur yang ditambahkan oada sebuah kata untuk menunjukkan suatu hubungan gramatikal.
            Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa infleksi adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal kata itu dengan atau tanpa mengubah kelas katanya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja dengan tetap mempertahankan identitas kata kerja itu sama saja artinya dengan mengubah bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu tidak berubah.

2.2 Pengertian Derivasi
            Menurut  Ba’dulu dan Herman (2006:12) ”morfologi derivasi mengambil satu kata dan mengubahnya menjadi kata yang lain, yaitu menciptakan entri-entri leksikal baru. Dalam kasus-kasus yang paling jelas, morfologi devirasi menciptakan suatu kata dari kategori sintaksis lain”.
            Menurut Verhaar, (2010:121) derivasi adalah proses morfemis yang mengubah kata sebagai unsur leksikal tertentu menjadi unsur leksikal yang lain.
            Menurut Chaer, (2007:175) derivasi merupakan pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.
            Menurut Kridalaksana, (1993:40) derivasi adalah proses pengimbuhan afiks non-inflektif pada dasar untuk membentuk kata.
Yang dimaksud dengan derivasi ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya atau afiks yang menghasilkan leksem baru dari leksem dasar. Misalnya kata reviews dapat dianalisis atas sebuah prefiks re-, sebuah akar view, dan sebuah sufiks -s. Prefiks re- membentuk leksem baru review dari bentuk dasar view, sedangkan sufiks -s membentuk kata yang lain dari leksem review. Jadi prefiks re- bersifat derivasi, sedangkan sufiks -s bersifat infleksi.
 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah suatu perubahan proses kelas kata (kata kerja) dengan atau tanpa pemindahan kelas kata.

2.3 Perbedaan-perbedaan antara Infleksi dan Derivasi
            Untuk memenuhi makna kedua proses morfologi ini serta perbedaan-perbedaannya dapat dikemukakan pendapat beberaapa linguis. Menurut Nida dikutif Ba’dulu dan Herman (2005:11) perbedaan antara fleksi dan derivasi adalah sebagai berikut:
1.     Infleksi
a)      Cenderung merupakan formasi luar, muncul lebih jauh dari stem ketimbang afiks derivasi.
b)      Cenderung kurang bervariasi, namun dengan distribusi yang luas.
c)      Digunakan untuk mencocokkan kata-kata bagi pemakaian dalam sintaksis, namun tidak pernah mengubah kelas kata.


2.     Derivasi
a)      Cenderung merupakan formasi dalam, muncul lebih dekat ke stem  ketimbang afiks derivasi.
b)      Cenderung lebih bervariasi, namun dengan distribusi yang terbatas.
c)      Digunakan untuk menetapkan kata-kata dalam suatu kelas dan umumnya mengubah kelas kata.

Perbedaan lainnya adalah bahwa afiks derivasi sering memiliki makna leksikal, sedangkan afiks infleksi biasanya memiliki makna gramatikal.
Perbadaan lain antara infleksi dan derivasi ialah bahwa infleksi biasanya disusun ke dalam suatu paradigma, sedangkan derivasi tidak.
Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut.
1) a. Anak itu menggunting kain.
 b. Anak itu gunting rambut. *)
2) a. Makanan itu sudah basi.
    b. Makan itu sudah basi. *)
3) a. Kami mendengar suara itu.
    b. Kami dengar suara itu.
4) a. Saya membaca buku itu.
    b. Saya baca buku itu.
            Berdasarkan empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak, konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh infleksi.
Perbedaan antara pembentukan secara derivasi dan infleksi juga diuraikan Nida dalam Subroto (1985: 269):
1.        pembentukan derivasi termasuk jenis kata yang sama dengan kata tunggal (yang termasuk sistem jenis kata tertentu) seperti: singer ‘penyanyi’ (nomina), dari verba (to) sing ‘menyanyi’, termasuk jenis kata yang sama dengan boy ‘anak laki-laki’; sedangkan pembentukan infleksi tidak.
2.        Secara statistik, afiks derivasi lebih beragam, misalnya dalam bahasa Inggris terdapat afiks-afiks pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation, -ness (singer, arrangement, correction, nationalization, stableness), sedangkan afiks infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam (-s dengan segala variasinya, -ed1, -ed2, -ing: work, worked1, worked2, working).
3.        Afiks-afiks derivasi dapat mengubah kelas kata, sedangkan afiks infleksi tidak.
4.        Afiks-afiks derivasi mempunyai distribusi yang lebih terbatas (misalnya: afiks derivasi -er diramalkan tidak selalu terdapat pada dasar verba untuk membentuk nomina), sedangkan afiks infleksi mempunyai distribusi yang lebih luas.

            Berdasarkan uraian diatas bahwa infleksi adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal kata itu, dengan atau tanpa mengubah kelasnya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja dengan tepat mempertahankan identitas kata kerja it, sama saja artinya dengan mengubah bentuk kata itu, tetapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu tidak berubah, seperti contoh dibawah ini:

menulis – ditulis – kutulis – kau tulis – kami tulis
melihat – dilihat – kulihat – kau lihat – kami lihat
membaca – dibaca – kubaca – kau baca – kami baca
mencari – dicari – kucari – kau cari – kami cari
memukul – di pukul – kupukul – kau pukuln – kami puku
            Bentuk kata menulis, melihat, membaca, mencari, dan memukul beserta semua variasinya itu adalah infleksi karena identitas kata-kata tersebut sebagai kata kerja dengan pengertian yang ada pada tiap bentuk kata itu tidak berubah, kecuali bentuk terkait me- yang secara berurutan diganti dengan di-, ku-, kau-, dan kami- yang mengubah pengertian pelakunya. Infleksi kata kerja bertalian dengan diatesis aktif dan pasif.

a)        Pengertian Aktif dan Pasif
Dalam bahasa-bahasa infleksi seperti bahasa Latin, Yunani, Sanksekerta, bahkan bahasa Semit seperti bahasa Arab, terdapat bentuk-bentuk kata kerja yang disebut aktif-pasif. Dalam bahasa Latin, misalnya seperti contoh sebagai berikut:

Kata
Aktif
Pasif
deleo – deleor
deles – deleris
delet – deletur
delemus – delemur
delent – delentur 
Saya membinasahkan
Engkau membinasahkan
Dia membinasahkan
Kami membinasahkan
Mereka membinasahkan
Saya dibinasahkan
Engkau dibinasahkan
Dia dibinasahkan
Kami dibinasahkan
Mereka dibinasahkan

            Dalam bahasa Arab pasangan berikut adalah bentuk aktif dan pasif, contohnya sebagai berikut:
Kata
Aktif
Pasif
qatala - qutila
qatalta – qutilta
qataltu – qutiltu
qatalu – qutilu
qatalna – qutilna
Dia membunuh
Engkau membunuh
Saya membunuh
Mereka membunuh
Kami membunuh
Dia dibunuh
Engkau dibunuh
Saya dibunuh
Mereka dibunuh
Kami dibunuh

            Di lihat dari dua bentuk perubahan kata kerja di atas, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa Arab dapat ditegaskan bahwa sebuah bentuk kata kerja disebut sebagai bentuk aktif bila pesona jadi, yang terkandung dalam kata kerja itu menjadi pelaku yang melakukan perbuatan itu. Sebaliknya, sebuah bentuk kata kerja disebut bentuk pasif bila pesona yang terkandung dalam bentuk kata kerja itu menjadi patiens yaitu yang menderita hasil tindakan itu. Jadi, pengertian aktif dan pasif dalam bahasa fleksi harus dilihat dari kesatuan bentuk kata kerja dengan pesonanya.

b)       Aktif dan Pasif dalam bahasa Indonesia
Aktif
Pasif
Engkau menangkap
Saya menangkap burung
Engkau menangkap burung
Dia menangkap burung
Amat menangkap burung
Kami menangkap burung
1.      Burung kutangkap
Burung ditangkapnya
Burung ditangkap Banu
Burung kami tangkap
2.      Burung itu saya tangkap
Burung itu engkau tangkap
Burung itu dia tangkap
Burung itu Banu tangkap
Burung itu kami tangkap
3.      Burung itu ditangkap oleh saya
Burung itu ditangkap oleh engkau
Burung itu ditangkap oleh dia
Burung itu ditangkap oleh Banu
Burung itu ditangkap oleh kami
            Dengan tidak mempersoalkan bentuk mana dari ketiga kemungkinan bentuk pasif diatas merupakan bentuk baku. Bila contoh-contoh diatas dibandingkan dengan bentuk pasif dalam bahasa Arab, maka terdapat perbedaan yang besar.
            Derivasi adalah suatu proses perubahan kelas kata dengan pemindahan kelas kata. Perubahan kata kerja mendengar menjadi mendengarkan atau melihat menjadi perlihatkan adalah derivasi tanpa mengubah kelas kata.
            Kata-kata itu masih berada dalam kelas kata kerja, tetapi identitsa leksikalnya atau maknanya sudah berubah. Disamping itu ada juga derivasi yang mengubah kelas pendengar menjadi pendengaran, melihat menjadi penglihatan dan sebagainya.
Derivasi dapat dilihat dari berbagai jenis yaitu antara lain sebagai berikut.
a)        Derivasi Internal
Derivasi internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah kelas katanya, namun identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat mengalami infleksi seperti bentuk asalnya, misalnya:
membuat " membuatkan
melihat " memperlihatkan
melompat " melompatlan, melompati
menyerah " menyerahkan, menyerah

b)        Derivasi Adverbal
Derivasi adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja menjadi kelas-kelas kata lain yaitu kata benda, kata sifat, atau kata tugas sebagai berikut:
1.        Nomina Deverbal
Pemindahan kelas kata kerja ke kata benda dapat dilakukan dengan mempergunakan morfem-morfem terikat. Proses ini sangat produktif dalam bahasa Indonesia.
Contohnya:
Menyanyi  " penyanyi, nyanyian
Mendengar " pendengar, pendengaran, kedengaran
Berjalan " pejalan, perjalanan, jalanan
menjual " penjual, jualan, penjualan
membaca  " pembaca, pembacaan, bacaan

2.        Adjektif deverbal
Dalam beberapa kasus dan beberapa kata kerja yang sebenarnya merupakan derivasi dari kata sifat yang dapat ditransposisiskan lagi ke dalam kata sifat. Dalam status kata sifat tersebut dapat diperluas dengan unsur-unsur yang biasa dikenakan pada kata sifat.
Contohnya:
Ia menyenangkan kami dengan sebuah atraksi.
Setiap proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk infleksi kalau di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk menggantikan afiks infleksi lainnya. Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksi. Ciri ciri yang demikian tidak terdapat pada paradigma yang derivasi. Contohnya, paradigma dari dasar “AMBIL”

A
B
C




I
AMBILI
AMBIL
AMBILKAN

1
2
3
4
5
6
mengambili
diambili
kuambili
kauambil
diambili
terambili (?)
Mengambil
diambil
kuambil
kauambil
diaambil
terambil
mengambilkan
diambilkan
kuambilkan
kauambilkan
diaambilkan
-

II
Pengambil
pengambilan
ambilan
7
8
9
Paradigma (morfologis) I termasuk paradigma verba yang dibentuk dari dasar ambil, sedangkan paradigma II adalah paradigma deverbal.
Paradigma verba terbagi atas tiga kolom, yaitu: kolom AMBIL, kolom AMBILI, dan kolom AMBILKAN. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksi dan masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom AMBILKAN 6 dan kolom –AMBILI (6 yang dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan paradigma verba kolom AMBIL disebut B, kolom AMBILI disebut A, dan kolom AMBILKAN disebut C.
Pada masing-masing kolom (A,B, dan C) dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N)- (sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di, ku, kau, dia. Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional. Kolom  (B) dari leksem AMBIL, kolom (A) dari leksem AMBILI, kolom (C) dari leksem AMBILKAN. Pembentukan kata dari masing-masing bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif yang ditandai oleh prefiks me(N)-, sedangkan baris 2-6 berfokus pasientif. Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’ (ketidaksengajaan); baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3 5 karena menyatakan agen (pelaku) tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah pronomina orang ketiga (O3).
Selanjutnya perlu dibedakan antara leksem AMBIL, AMBILI, dan AMBILKAN. Leksem AMBILI bermakna ‘pluralitas perbuatan’, AMBILKAN (dalam oposisinya dengan AMBIL) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –AMBIL termasuk leksem tunggal, sedangkan leksem –AMBILI dan – AMBILKAN termasuk leksem kompleks. Dengan demikian, kata mengambil, mengambili, dan mengambilkan secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata secara derivasi) walaupun termasuk dalam verba karena memiliki ciri semantik yang berbeda.
Kata pengambil, pengambilan, dan ambilan pada paradigma (II) dapat dikategorikan sebagai nomina deverbal yang mengalami pembentukan kata secara derivasional. Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, ketiga kata itu diderivasikan dari verba mengambil (pengambil’orang yang mengambil’, pengambilan ‘hal mengambil’, ambilan ‘hasil mengambil’). Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina, karena memiliki ciri semantik yang berbeda.
Bila ditinjau dari kelas katanya verba ambil termasuk verba transitif yang mengandung makna perbuatan dan proses (verba aksi-proses), misalnya Adik mengam-bil buah apel. Adik berfungsi sebagai Subjek (S) dan berperan sebagai Agen (Ag), sedangkan buah apel berfungsi sebagai Objek (O) dan berperan Pasientif (Ps).
Prosede dengan me(N)- termasuk produktif karena sebagian pembentukan kata dengan dasar verba transitif (DV tr) yang lain (satu kelas) dapat dibentuk dengan me(N)-D yang transitif.Untuk itu, V tr ambil dapat dibentuk lebih lanjut dengan sufiks –i menjadi mengambili dan sufiks –kan menjadi mengambilkan.
Apabila ditinjau adanya proporsionalitas antar ketiga verba tersebut, terdapat proporsionalitas yang kontinyu, yaitu antara verba bentuk me(N)-D dengan bentuk me(N)-D-i dan verba bentuk me(N)-D-kan. Oleh karena itu, terdapat oposisi secara langsung antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-D-i dan antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-Dkan, yaitu antara mengambil X mengambili dan mengambil X mengambilkan. Akan tetapi, pembentukannya tidak serta merta dibentuk dengan konfiks me(N)-i dan me(N)-kan, tetapi melalui tahapan prefiks me(N)- dahulu baru kemudian dilekati sufiks –i atau - kan (karena terjadi secara bertahap maka tidak disebut sebagai konfiks).
Untuk lebih jelasnya dapat dicontohkan kalimat Ita mengambili uang receh dan Ita mengambilkan uang receh (untuk) adiknya atau Ita mengambilkan adiknya uang receh. Kata mengambili termasuk verba aksi-proses yang mengandung makna ‘frekuentatif (berkali-kali)’ yang ditandai oleh sufiks –i. Oleh karena itu, Ita berfungsi sebagai S dan berperan sebagai Ag dan uang receh berfungsi sebagai O dan berperan Ps. Kalimat tersebut juga bisa dipasifkan dengan Uang receh diambili Ita. Verba bentuk mengambilkan termasuk verba aksi–proses yang mengandung makna benefaktif, sehingga kata adiknya pada Ita mengambilkan adiknya uang receh berfungsi sebagai O dan berperan sebagai penerima (benefaktif).
Verba bentuk me(N)-D-I tidak bisa dioposisikan secara langsung dengan verba bentuk me(N)-D-kan. Oposisinya hanya bisa dijelaskan melalui verba ventuk me(N)-D. Sehingga dapat ditemukan oposisi me(N)-D-i X me(N)-D X me(N)-D-kan, yaitu mengambili X mengambil X mengambilkan.
Untuk mendeskripsikan verba kelas II (intransitif) dapat dijelaskan dengan pembentukan kata dari leksem DUDUK berikut ini.

A
B
C



I
DUDUKI
DUDUK
DUDUKKAN

1
2
3
4
5
6
Menduduki
diduduki
kududuki
kaududuki
diaduduki
terduduki?
-
-
-
-
-
Terduduk
mendudukkan
didudukkan
kududukkan
kaududukkan
diadudukkan
terdudukkan?
II
Pendudukan
Penduduk


7
8

Paradigma pembentukan kata pada I termasuk verba yang dibentuk dari leksem –DUDUK, sedangkan paradigma II merupakan pembentukan kata secara derivasional dari dasar verba yang menghasilkan bentuk nomina deverba. Paradigma verba terbagi atas tiga kolom, yaitu: kolom DUDUK, kolom DUDUKI, dan kolom DUDUKAN. Kolom B tidak ada pembentukan kata dengan leksem DUDUK karena termasuk verba intransitif. Sedangkan kolom A dan kolom C merupakan paradigma infleksional dan masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom DUDUKKAN 6 dan kolom –DUDUKI ( 6 yang masih dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan paradigma verba kolom DUDUK disebut B, kolom DUDUKI disebut A, dan kolom DUDUKKAN disebut C.
Pada kolom A dan C dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N) (sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di , ku , kau , dia . Oleh karena itu, kedua kolom tersebut merupakan paradigma infleksional. Kolom A dari leksem DUDUKI, dan kolom C dari leksem DUDUKKAN. Pembentukan kata dari masing-masing bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif yang ditandai oleh prefiks me(N)- , sedangkan baris 2-6 berfokus pasientif. Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’ (hal tidak disengaja); baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3-5 karena menyatakan agen (pelaku) ‘tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah pronomina orang ketiga (O3).
Tahap selanjutnya perlu dibedakan antara leksem DUDUK, DUDUKI, dan DUDUKKAN. Leksem DUDUKI bermakna ‘pluralitas perbuatan’, DUDUKKAN (dalam oposisinya dengan DUDUK) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –DUDUK termasuk leksem tunggal, sedangkan leksem –DUDUKI dan –DUDUKKAN termasuk leksem kompleks. Dengan demikian, kata menduduki dan mengdudukkan secara leksikal adalah kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata secara derivasional) walaupun termasuk dalam kelas verba karena memiliki ciri semantis yang berbeda.
Kata penduduk dan pendudukan pada paradigma (II) dapat dikategorikan sebagai pembentukan secara derivasional yang beridentitas nomina deverbal. Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, kedua kata itu diderivasikan dari verba menduduki (penduduk ‘orang yang meduduki satu wilayah tertentu)’, pendudukan ‘hal menduduki/menjajah wilayah tertentu’. Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina.
Kalau dikaitkan dengan terdapat tidaknya proporsionalitas yang kontinyu (saling keterkaitan antara kata-kata yang termasuk kategori yang berbeda, tetapi dari dasar yang sama) di dalam pembentukan kata itu tidak menunjukkan keterkaitan antara ketiganya. Hal itu dapat diperikan seperti berikut.
Verba duduk termasuk verba intransitif. Secara leksikal akan dikelompokkan ke dalam kata tunggal yang menghendaki adanya komplemen, misalnya duduk di kursi. Oleh sebab itu, verba duduk tidak dapat dibentuk dengan prosede me(N)-D menjadi –menduduk termasuk infleksinya diduduk, kududuk, kaududuk, diaduduk (terduduk untuk bentukan kata jatuh terduduk ‘jatuh dalam posisi duduk’).
Dari dasar intransitif verba duduk (yang secara leksikal dapat diikuti preposisi di-) jika ingin dibentuk menjadi verba transitif harus ditambah dengan sufiks –kan atau sufiks –i, sehingga diperoleh kata menduduki (bermakna ‘lokatif’ misalnya Jepang menduduki Indonesia selama tiga setengah tahun) dan mendudukkan (bermakna kausatif, misalnya Farida mendudukan anaknya di kursi roda). Selain itu, apabila ditinjau dari klasifikasi verba menurut Chafe (1971), verba menduduki dan mendudukkan termasuk verba aksi – proses. Verba menduduki dan mendudukkan dibentuk secara langsung dari verba duduk, tanpa melalui proses dari bentuk me(N)-D. Untuk itu, bisa dinyatakan bahwa tidak ada proporsionalitas antara verba bentuk me-(N)-D dan verba bentuk me(N)- D-I dan me(N)-D-kan. Sebagai konsekuensinya, bentuk me-i dan me-kan dapat dikelompokkan atau diistilahkan konfiks.
















Simpulan


Berdasarkan dari paparan di atas  kita dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu, Infleksi adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal kata itu dengan atau tanpa mengubah kelas katanya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja dengan tetap mempertahankan identitas kata kerja itu sama saja artinya dengan mengubah bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu tidak berubah. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah suatu perubahan proses kelas kata (kata kerja) dengan atau tanpa pemindahan kelas kata.
Beberapa cara untuk mengetahui apakah sebuah afiks bersifat infleksi atau derivasi. Jika sebuah afiks mengubah bentuk bentuk dasarnya, afiks itu bersifat derivasi. Afiks-afiks yang tidak mengubah kelas kata bentuk dasarnya biasanya termasuk afiks infleksi. Afiks-afiks infleksi selalu menampakkan makna yang teratur atau dapat diprediksikan; sebaliknya makna-makna dari afiks-afiks derivasi tidak dapat diramalkan. Terdapat suatu kaidah umum bahwa bila dapat menambahkan afiks infleksi pada salah satu anggota dari sebuah kelas kata, akan dapat menambah afiks infleksi pada semua anggota kelas yang lain. Afiks derivasi tidak dapat ditambahkan pada setiap anggota kelas. Dengan begitu, dapat ditentukan bahwa afiks-afiks infleksi itu bersifat tidak produktif, sedangkan afiks derivasi bersifat produktif.








DAFTAR PUSTAKA



Alwi, Hasan dkk.. 1999. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Verhaar. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: gadjah Mada University.




















1 komentar: