PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Berdasarkan
penelitian morfologis, ada berbagai kemungkinan untuk menggolongkan konstruksi-konstruksi morfem, misalnya menurut penafsiran
dan jenis-jenisnya, namun
yang paling masuk akal adalah penggolongan menurut morfem dasar yang sama. Sebagai
contoh kontruksi morfenemis yang mungkin dikembangkan dari morfem pradasar
yaitu kata ajar menjadi mengajar, belajar, pelajaran, dan
seterusnya. Demikian pula kontruksi dengan bentuk polimorfemis sebagai dasar,
misalnya dengan kata pelajaran sebagai
dasar ada kata pelajaranku, pelajaranmu,
dan pelajarannya.
Para
ahli linguistik berpendapat bahwa dua golongan bawahan yang terpenting dalam
paradigma morfemis adalah golongan yang berdasarkan infleksi dan berdasarkan derivasi.
Golongan infleksi adalah daftar paradigmatis yang terdiri atas bentuk-bentuk
kata yang sama, sedangkan golongan derivasi adalah daftar yang terdiri atas bentuk-bentuk
kata yang tidak sama, misalnya bentuk kata mengajar
dan diajar adalah dua bentuk kata aktif dan pasif dari kata yang sama yaitu
mengajar, sedangkan mengajar dan pengajar merupakan dua kata yang berbeda yaitu kata verba dan nomina.
Sebagian
besar para ahli linguistik sebenarnya memakai istilah paradigma hanya untuk alternan-alternan didalam batas kata yang
sama secara fleksi saja. Dalam
makalah ini kitapun memakai pengertian tersebut berkenaan dengan istilah infleksi.
1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat
disampaikan beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian infleksi dan derivasi?
2.
Apakah perbedaan antara infleksi dan derivasi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah in yaitu sebagai
berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian infleksi dan derivasi.
2.
Untuk mengetahui perbedaan infleksi dan derivasi.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Infleksi
Menurut Bickford
dkk, dikutif Ba’dulu dan Herman (2005:12) ” morfologi infleksional tidak mengubah satu kata menjadi kata yang lain dan
tidak pernah mengubah kategori sintaksis sebaliknya menghasilkan bentuk lain
dari kata yang sama”.
Menurut
Verhaar, (2010:121) ”fleksi adalah proses morfemis yang ditetapkan pada
kata sebagai unsur leksikal yang sama”.
Menurut
Chaer, (2007:171) ”sebuah kata yang sama hanya bentuknya yang berbeda yang
disesuaikan dengan katagori gramatikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam
morfologi infleksional disebut paradigma infleksional”.
Menurut
Kridalaksana, (1993:830) mengatakan bahwa infleksi
adalah perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal yang
mencakup deklinasi nomina, pronomina, ajektiva, dan konjungsi verba, serta
merupakan unsur yang ditambahkan oada sebuah kata untuk menunjukkan suatu
hubungan gramatikal.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa infleksi
adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal kata itu dengan
atau tanpa mengubah kelas katanya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata
kerja dengan tetap mempertahankan identitas kata kerja itu sama saja artinya
dengan mengubah bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung dalam
kata itu tidak berubah.
2.2 Pengertian Derivasi
Menurut
Ba’dulu dan Herman (2006:12) ”morfologi derivasi mengambil satu kata dan
mengubahnya menjadi kata yang lain, yaitu menciptakan entri-entri leksikal
baru. Dalam kasus-kasus yang paling jelas, morfologi devirasi menciptakan suatu kata dari kategori sintaksis lain”.
Menurut
Verhaar, (2010:121) derivasi adalah
proses morfemis yang mengubah kata sebagai unsur leksikal tertentu menjadi
unsur leksikal yang lain.
Menurut
Chaer, (2007:175) derivasi merupakan pembentukan
kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya
tidak sama dengan kata dasarnya.
Menurut
Kridalaksana, (1993:40) derivasi
adalah proses pengimbuhan afiks non-inflektif pada dasar untuk membentuk kata.
Yang dimaksud dengan derivasi
ialah konstruksi yang berbeda distribusinya daripada dasarnya
atau afiks yang menghasilkan leksem baru dari leksem dasar. Misalnya kata
reviews dapat dianalisis atas sebuah prefiks re-, sebuah akar view, dan sebuah
sufiks -s. Prefiks re- membentuk leksem baru review dari bentuk dasar view,
sedangkan sufiks -s membentuk kata yang lain dari leksem review. Jadi prefiks
re- bersifat derivasi, sedangkan
sufiks -s bersifat infleksi.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa derivasi
adalah suatu perubahan proses kelas kata (kata kerja) dengan atau tanpa
pemindahan kelas kata.
2.3 Perbedaan-perbedaan antara Infleksi
dan Derivasi
Untuk
memenuhi makna kedua proses morfologi ini serta perbedaan-perbedaannya dapat
dikemukakan pendapat beberaapa linguis. Menurut Nida dikutif Ba’dulu dan Herman
(2005:11) perbedaan antara fleksi dan
derivasi adalah sebagai berikut:
1.
Infleksi
a)
Cenderung merupakan formasi luar, muncul lebih
jauh dari stem ketimbang afiks derivasi.
b)
Cenderung kurang bervariasi, namun dengan
distribusi yang luas.
c)
Digunakan untuk mencocokkan kata-kata bagi
pemakaian dalam sintaksis, namun tidak pernah mengubah kelas kata.
2.
Derivasi
a)
Cenderung merupakan formasi dalam, muncul lebih
dekat ke stem ketimbang afiks derivasi.
b)
Cenderung lebih bervariasi, namun dengan
distribusi yang terbatas.
c)
Digunakan untuk menetapkan kata-kata dalam suatu
kelas dan umumnya mengubah kelas kata.
Perbedaan
lainnya adalah bahwa afiks derivasi sering
memiliki makna leksikal, sedangkan afiks infleksi
biasanya memiliki makna gramatikal.
Perbadaan lain
antara infleksi dan derivasi ialah
bahwa infleksi biasanya disusun ke
dalam suatu paradigma, sedangkan derivasi
tidak.
Perbedaannya akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut.
1) a. Anak itu menggunting kain.
b. Anak itu gunting rambut. *)
2) a. Makanan itu sudah basi.
b. Makan itu sudah basi. *)
3) a. Kami mendengar suara itu.
b. Kami dengar suara itu.
4) a. Saya membaca buku itu.
b. Saya baca buku itu.
Berdasarkan empat contoh
di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi menggunting dan makanan tidak sama distribusinya dengan gunting dan makan. Itu
sebabnya kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak,
konstruksi mendengar dan membaca sama dengan konstruksi dengar dan baca. Oleh karena itu, kita dapat mempergunakan kalimat 3a atau 3b
dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting
dan makanan merupakan contoh
derivasi, sedangkan konstruksi mendengar
dan membaca contoh infleksi.
Perbedaan
antara pembentukan secara derivasi
dan infleksi juga diuraikan Nida
dalam Subroto (1985: 269):
1.
pembentukan derivasi termasuk jenis kata yang sama
dengan kata tunggal (yang termasuk sistem jenis kata tertentu) seperti: singer ‘penyanyi’ (nomina), dari verba
(to) sing ‘menyanyi’, termasuk jenis
kata yang sama dengan boy ‘anak
laki-laki’; sedangkan pembentukan infleksi
tidak.
2.
Secara statistik,
afiks derivasi lebih beragam,
misalnya dalam bahasa Inggris terdapat afiks-afiks pembentuk nomina: -er, -ment, -ion, -ation, -ness (singer,
arrangement, correction, nationalization, stableness), sedangkan afiks
infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam (-s dengan segala variasinya, -ed1,
-ed2, -ing: work, worked1, worked2, working).
3.
Afiks-afiks derivasi dapat mengubah kelas kata, sedangkan
afiks infleksi tidak.
4.
Afiks-afiks derivasi mempunyai distribusi yang lebih
terbatas (misalnya: afiks derivasi -er
diramalkan tidak selalu terdapat pada dasar verba untuk membentuk nomina),
sedangkan afiks infleksi mempunyai
distribusi yang lebih luas.
Berdasarkan
uraian diatas bahwa infleksi adalah
perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal kata itu, dengan atau
tanpa mengubah kelasnya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja
dengan tepat mempertahankan identitas kata kerja it, sama saja artinya dengan
mengubah bentuk kata itu, tetapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata
itu tidak berubah, seperti contoh dibawah ini:
menulis
– ditulis – kutulis – kau tulis – kami tulis
melihat
– dilihat – kulihat – kau lihat – kami lihat
membaca
– dibaca – kubaca – kau baca – kami baca
mencari
– dicari – kucari – kau cari – kami cari
memukul
– di pukul – kupukul – kau pukuln – kami puku
Bentuk
kata menulis, melihat, membaca, mencari,
dan memukul beserta semua variasinya
itu adalah infleksi karena identitas
kata-kata tersebut sebagai kata kerja dengan pengertian yang ada pada tiap
bentuk kata itu tidak berubah, kecuali bentuk terkait me- yang secara berurutan diganti dengan di-, ku-, kau-, dan kami- yang
mengubah pengertian pelakunya. Infleksi
kata kerja bertalian dengan diatesis aktif
dan pasif.
a)
Pengertian
Aktif dan Pasif
Dalam bahasa-bahasa infleksi seperti bahasa Latin, Yunani, Sanksekerta, bahkan bahasa Semit seperti bahasa Arab, terdapat
bentuk-bentuk kata kerja yang disebut aktif-pasif. Dalam bahasa Latin, misalnya
seperti contoh sebagai berikut:
Kata
|
Aktif
|
Pasif
|
deleo – deleor
deles – deleris
delet – deletur
delemus – delemur
delent – delentur
|
Saya membinasahkan
Engkau membinasahkan
Dia membinasahkan
Kami membinasahkan
Mereka membinasahkan
|
Saya dibinasahkan
Engkau dibinasahkan
Dia dibinasahkan
Kami dibinasahkan
Mereka dibinasahkan
|
Dalam
bahasa Arab pasangan berikut adalah bentuk aktif dan pasif, contohnya sebagai
berikut:
Kata
|
Aktif
|
Pasif
|
qatala - qutila
qatalta – qutilta
qataltu – qutiltu
qatalu – qutilu
qatalna – qutilna
|
Dia membunuh
Engkau membunuh
Saya membunuh
Mereka membunuh
Kami membunuh
|
Dia dibunuh
Engkau dibunuh
Saya dibunuh
Mereka dibunuh
Kami dibunuh
|
Di
lihat dari dua bentuk perubahan kata kerja di atas, baik dalam bahasa Latin
maupun dalam bahasa Arab dapat ditegaskan bahwa sebuah bentuk kata kerja
disebut sebagai bentuk aktif bila pesona jadi, yang terkandung dalam kata kerja
itu menjadi pelaku yang melakukan perbuatan itu. Sebaliknya, sebuah bentuk kata
kerja disebut bentuk pasif bila pesona yang terkandung dalam bentuk kata kerja
itu menjadi patiens yaitu yang menderita hasil tindakan itu. Jadi, pengertian
aktif dan pasif dalam bahasa fleksi harus dilihat dari kesatuan bentuk kata
kerja dengan pesonanya.
b)
Aktif
dan Pasif dalam bahasa Indonesia
Aktif
|
Pasif
|
Engkau menangkap
Saya menangkap
burung
Engkau menangkap
burung
Dia menangkap
burung
Amat menangkap
burung
Kami menangkap
burung
|
1.
Burung
kutangkap
Burung
ditangkapnya
Burung ditangkap
Banu
Burung kami
tangkap
2.
Burung
itu saya tangkap
Burung itu
engkau tangkap
Burung itu dia
tangkap
Burung itu Banu
tangkap
Burung itu kami
tangkap
3.
Burung
itu ditangkap oleh saya
Burung itu
ditangkap oleh engkau
Burung itu
ditangkap oleh dia
Burung itu
ditangkap oleh Banu
Burung itu
ditangkap oleh kami
|
Dengan
tidak mempersoalkan bentuk mana dari ketiga kemungkinan bentuk pasif diatas
merupakan bentuk baku. Bila contoh-contoh diatas dibandingkan dengan bentuk
pasif dalam bahasa Arab, maka terdapat perbedaan yang besar.
Derivasi adalah suatu proses perubahan
kelas kata dengan pemindahan kelas kata. Perubahan kata kerja mendengar menjadi
mendengarkan atau melihat menjadi perlihatkan adalah derivasi tanpa mengubah
kelas kata.
Kata-kata
itu masih berada dalam kelas kata kerja, tetapi identitsa leksikalnya atau
maknanya sudah berubah. Disamping itu ada juga derivasi yang mengubah kelas pendengar menjadi pendengaran, melihat
menjadi penglihatan dan sebagainya.
Derivasi dapat dilihat dari berbagai
jenis yaitu antara lain sebagai berikut.
a)
Derivasi Internal
Derivasi
internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah kelas katanya, namun
identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat mengalami infleksi
seperti bentuk asalnya, misalnya:
membuat
"
membuatkan
melihat
"
memperlihatkan
melompat
"
melompatlan, melompati
menyerah
"
menyerahkan, menyerah
b)
Derivasi Adverbal
Derivasi
adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja menjadi kelas-kelas kata
lain yaitu kata benda, kata sifat, atau kata tugas sebagai berikut:
1.
Nomina
Deverbal
Pemindahan kelas kata kerja ke kata benda
dapat dilakukan dengan mempergunakan morfem-morfem terikat. Proses ini sangat
produktif dalam bahasa Indonesia.
Contohnya:
Menyanyi "
penyanyi, nyanyian
Mendengar
"
pendengar, pendengaran, kedengaran
Berjalan
"
pejalan, perjalanan, jalanan
menjual
"
penjual, jualan, penjualan
membaca "
pembaca, pembacaan, bacaan
2.
Adjektif
deverbal
Dalam beberapa kasus dan beberapa kata
kerja yang sebenarnya merupakan derivasi
dari kata sifat yang dapat ditransposisiskan lagi ke dalam kata sifat. Dalam
status kata sifat tersebut dapat diperluas dengan unsur-unsur yang biasa
dikenakan pada kata sifat.
Contohnya:
Ia menyenangkan kami dengan sebuah
atraksi.
Setiap
proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk infleksi kalau di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk
menggantikan afiks infleksi lainnya.
Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksi. Ciri ciri yang demikian tidak
terdapat pada paradigma yang derivasi. Contohnya, paradigma dari dasar “AMBIL”
A
|
B
|
C
|
||
I
|
AMBILI
|
AMBIL
|
AMBILKAN
|
1
2
3
4
5
6
|
mengambili
diambili
kuambili
kauambil
diambili
terambili
(?)
|
Mengambil
diambil
kuambil
kauambil
diaambil
terambil
|
mengambilkan
diambilkan
kuambilkan
kauambilkan
diaambilkan
-
|
||
II
|
Pengambil
pengambilan
ambilan
|
7
8
9
|
Paradigma
(morfologis) I termasuk paradigma verba yang dibentuk dari dasar ambil,
sedangkan paradigma II adalah paradigma deverbal.
Paradigma
verba terbagi atas tiga kolom, yaitu: kolom AMBIL, kolom AMBILI, dan kolom
AMBILKAN. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksi dan masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali
kolom AMBILKAN 6 dan kolom –AMBILI (6 yang dipertanyakan). Untuk memudahkan
pembicaraan paradigma verba kolom AMBIL disebut B, kolom AMBILI disebut A, dan
kolom AMBILKAN disebut C.
Pada
masing-masing kolom (A,B, dan C) dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N)-
(sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di, ku, kau,
dia. Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma infleksional.
Kolom (B) dari leksem AMBIL, kolom (A)
dari leksem AMBILI, kolom (C) dari leksem AMBILKAN. Pembentukan kata dari
masing-masing bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah
gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif
yang ditandai oleh prefiks me(N)-, sedangkan baris 2-6 berfokus
pasientif. Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’
(ketidaksengajaan); baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan
baris 3 5 karena menyatakan agen (pelaku) tampak dalam bentuk’, sedangkan baris
2 menyatakan agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah
pronomina orang pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan
baris 5 adalah pronomina orang ketiga (O3).
Selanjutnya
perlu dibedakan antara leksem AMBIL, AMBILI, dan AMBILKAN. Leksem AMBILI
bermakna ‘pluralitas perbuatan’, AMBILKAN (dalam oposisinya dengan AMBIL)
mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –AMBIL termasuk leksem tunggal,
sedangkan leksem –AMBILI dan – AMBILKAN termasuk leksem kompleks. Dengan
demikian, kata mengambil, mengambili, dan mengambilkan secara
leksikal adalah tiga kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata
secara derivasi) walaupun termasuk
dalam verba karena memiliki ciri semantik yang berbeda.
Kata
pengambil, pengambilan, dan ambilan pada paradigma (II) dapat
dikategorikan sebagai nomina deverbal yang mengalami pembentukan kata secara
derivasional. Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, ketiga
kata itu diderivasikan dari verba mengambil (pengambil’orang yang
mengambil’, pengambilan ‘hal mengambil’, ambilan ‘hasil
mengambil’). Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda
secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina, karena memiliki ciri
semantik yang berbeda.
Bila
ditinjau dari kelas katanya verba ambil termasuk verba transitif yang
mengandung makna perbuatan dan proses (verba aksi-proses),
misalnya Adik mengam-bil buah apel. Adik berfungsi sebagai
Subjek (S) dan berperan sebagai Agen (Ag), sedangkan buah apel berfungsi
sebagai Objek (O) dan berperan Pasientif (Ps).
Prosede
dengan me(N)- termasuk produktif karena sebagian pembentukan kata dengan dasar
verba transitif (DV tr) yang lain (satu kelas) dapat dibentuk dengan me(N)-D
yang transitif.Untuk itu, V tr ambil dapat dibentuk lebih lanjut dengan
sufiks –i menjadi mengambili dan sufiks –kan menjadi mengambilkan.
Apabila
ditinjau adanya proporsionalitas antar ketiga verba tersebut, terdapat
proporsionalitas yang kontinyu, yaitu antara verba bentuk me(N)-D dengan
bentuk me(N)-D-i dan verba bentuk me(N)-D-kan. Oleh karena itu,
terdapat oposisi secara langsung antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-D-i
dan antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-Dkan, yaitu antara mengambil
X mengambili dan mengambil X mengambilkan. Akan tetapi,
pembentukannya tidak serta merta dibentuk dengan konfiks me(N)-i dan me(N)-kan,
tetapi melalui tahapan prefiks me(N)- dahulu baru kemudian dilekati
sufiks –i atau - kan (karena terjadi secara bertahap maka
tidak disebut sebagai konfiks).
Untuk
lebih jelasnya dapat dicontohkan kalimat Ita mengambili uang receh dan Ita
mengambilkan uang receh (untuk) adiknya atau Ita mengambilkan adiknya
uang receh. Kata mengambili termasuk verba aksi-proses yang
mengandung makna ‘frekuentatif (berkali-kali)’ yang ditandai oleh sufiks –i.
Oleh karena itu, Ita berfungsi sebagai S dan berperan sebagai Ag dan
uang receh berfungsi sebagai O dan berperan Ps. Kalimat tersebut juga
bisa dipasifkan dengan Uang receh diambili Ita. Verba bentuk mengambilkan
termasuk verba aksi–proses yang mengandung makna benefaktif, sehingga kata adiknya
pada Ita mengambilkan adiknya uang receh berfungsi sebagai O
dan berperan sebagai penerima (benefaktif).
Verba
bentuk me(N)-D-I tidak bisa dioposisikan secara langsung dengan verba
bentuk me(N)-D-kan. Oposisinya hanya bisa dijelaskan melalui verba
ventuk me(N)-D. Sehingga dapat ditemukan oposisi me(N)-D-i X me(N)-D
X me(N)-D-kan, yaitu mengambili X mengambil X
mengambilkan.
Untuk
mendeskripsikan verba kelas II (intransitif) dapat dijelaskan dengan
pembentukan kata dari leksem DUDUK berikut ini.
A
|
B
|
C
|
||
I
|
DUDUKI
|
DUDUK
|
DUDUKKAN
|
1
2
3
4
5
6
|
Menduduki
diduduki
kududuki
kaududuki
diaduduki
terduduki?
|
-
-
-
-
-
Terduduk
|
mendudukkan
didudukkan
kududukkan
kaududukkan
diadudukkan
terdudukkan?
|
||
II
|
Pendudukan
Penduduk
|
7
8
|
Paradigma
pembentukan kata pada I termasuk verba yang dibentuk dari leksem –DUDUK,
sedangkan paradigma II merupakan pembentukan kata secara derivasional dari
dasar verba yang menghasilkan bentuk nomina deverba. Paradigma verba terbagi
atas tiga kolom, yaitu: kolom DUDUK, kolom DUDUKI, dan kolom DUDUKAN. Kolom B
tidak ada pembentukan kata dengan leksem DUDUK karena termasuk verba
intransitif. Sedangkan kolom A dan kolom C merupakan paradigma infleksional dan
masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom DUDUKKAN 6 dan
kolom –DUDUKI ( 6 yang masih dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan
paradigma verba kolom DUDUK disebut B, kolom DUDUKI disebut A, dan kolom
DUDUKKAN disebut C.
Pada kolom A
dan C dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N) (sebagai bentuk pertama,
baris pertama) dapat digantikan dengan di , ku , kau , dia . Oleh karena
itu, kedua kolom tersebut merupakan paradigma infleksional. Kolom A dari leksem
DUDUKI, dan kolom C dari leksem DUDUKKAN. Pembentukan kata dari masing-masing
bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu.
Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif yang ditandai
oleh prefiks me(N)- , sedangkan baris 2-6 berfokus pasientif.
Perbedaan antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’ (hal tidak disengaja);
baris 2-5 menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3-5 karena
menyatakan agen (pelaku) ‘tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan
agen (pelaku) ‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang
pertama (O1), baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah
pronomina orang ketiga (O3).
Tahap
selanjutnya perlu dibedakan antara leksem DUDUK, DUDUKI, dan DUDUKKAN. Leksem
DUDUKI bermakna ‘pluralitas perbuatan’, DUDUKKAN (dalam oposisinya dengan
DUDUK) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –DUDUK termasuk leksem tunggal,
sedangkan leksem –DUDUKI dan –DUDUKKAN termasuk leksem kompleks. Dengan
demikian, kata menduduki dan mengdudukkan secara leksikal adalah
kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata secara derivasional)
walaupun termasuk dalam kelas verba karena memiliki ciri semantis yang berbeda.
Kata
penduduk dan pendudukan pada paradigma (II) dapat dikategorikan
sebagai pembentukan secara derivasional yang beridentitas nomina deverbal.
Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, kedua kata itu
diderivasikan dari verba menduduki (penduduk ‘orang yang meduduki satu
wilayah tertentu)’, pendudukan ‘hal menduduki/menjajah wilayah tertentu’.
Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda secara leksikal
sekalipun sama-sama termasuk nomina.
Kalau
dikaitkan dengan terdapat tidaknya proporsionalitas yang kontinyu (saling
keterkaitan antara kata-kata yang termasuk kategori yang berbeda, tetapi dari
dasar yang sama) di dalam pembentukan kata itu tidak menunjukkan keterkaitan
antara ketiganya. Hal itu dapat diperikan seperti berikut.
Verba duduk
termasuk verba intransitif. Secara leksikal akan dikelompokkan ke dalam
kata tunggal yang menghendaki adanya komplemen, misalnya duduk di kursi.
Oleh sebab itu, verba duduk tidak dapat dibentuk dengan prosede me(N)-D
menjadi –menduduk termasuk infleksinya diduduk, kududuk, kaududuk,
diaduduk (terduduk untuk bentukan kata jatuh terduduk ‘jatuh
dalam posisi duduk’).
Dari
dasar intransitif verba duduk (yang secara leksikal dapat diikuti
preposisi di-) jika ingin dibentuk menjadi verba transitif harus
ditambah dengan sufiks –kan atau sufiks –i, sehingga diperoleh
kata menduduki (bermakna ‘lokatif’ misalnya Jepang menduduki
Indonesia selama tiga setengah tahun) dan mendudukkan
(bermakna kausatif, misalnya Farida mendudukan anaknya di kursi roda).
Selain itu, apabila ditinjau dari klasifikasi verba menurut Chafe (1971), verba
menduduki dan mendudukkan termasuk verba aksi – proses. Verba menduduki
dan mendudukkan dibentuk secara langsung dari verba duduk,
tanpa melalui proses dari bentuk me(N)-D. Untuk itu, bisa dinyatakan
bahwa tidak ada proporsionalitas antara verba bentuk me-(N)-D dan verba
bentuk me(N)- D-I dan me(N)-D-kan. Sebagai konsekuensinya, bentuk
me-i dan me-kan dapat dikelompokkan atau diistilahkan konfiks.
Simpulan
Berdasarkan
dari paparan di atas kita dapat
menyimpulkan beberapa hal yaitu, Infleksi adalah perubahan bentuk kata
tanpa mengubah identitas leksikal kata itu dengan atau tanpa mengubah kelas
katanya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja dengan tetap
mempertahankan identitas kata kerja itu sama saja artinya dengan mengubah
bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu tidak
berubah. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa derivasi adalah
suatu perubahan proses kelas kata (kata kerja) dengan atau tanpa pemindahan
kelas kata.
Beberapa
cara untuk mengetahui apakah sebuah afiks bersifat infleksi atau derivasi.
Jika sebuah afiks mengubah bentuk bentuk dasarnya, afiks itu bersifat derivasi. Afiks-afiks yang tidak
mengubah kelas kata bentuk dasarnya biasanya termasuk afiks infleksi. Afiks-afiks infleksi selalu menampakkan makna yang
teratur atau dapat diprediksikan; sebaliknya makna-makna dari afiks-afiks derivasi tidak dapat diramalkan.
Terdapat suatu kaidah umum bahwa bila dapat menambahkan afiks infleksi pada salah satu anggota dari sebuah
kelas kata, akan dapat menambah afiks infleksi
pada semua anggota kelas yang lain. Afiks derivasi
tidak dapat ditambahkan pada setiap anggota kelas. Dengan begitu, dapat
ditentukan bahwa afiks-afiks infleksi
itu bersifat tidak produktif, sedangkan afiks derivasi bersifat produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk.. 1999. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Verhaar. 2010. Asas-Asas
Linguistik Umum. Yogyakarta: gadjah Mada University.
Terimakasih telah membantu kami 🙂
BalasHapus