Jumat, 10 Februari 2012

Makalah "Beberapa Metode Pengajaran Bahasa"

BEBERAPA METODE PENGAJARAN BAHASA

I. PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sekolah merupakan lingkungan bahasa yang khas. Menurut Dulay, dkk. (dikutip Martutik dalam Noerhadi, 1990:130) lingkungan kebahasaan di sekolah termasuk lingkungan formal. Lingkungan ini diciptakan oleh guru dalam mendidik para siswanya. Dalam pengajaran bahasa, lingkungan kebahasaan yang diciptakan diarahkan untuk meningkatkan kualitas prilaku kebahasan siswa. Penciptaan lingkungan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain tujuan, kualitas guru, pendekatan dan metode yang digunakan, kondisis siswa dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap proses pembelajaran bahasa siswa.
Metode dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang cukup signifikan. Fakta bahwa tiap proses belajar mengajar, entah disadari atau tidak oleh sang guru, guru pasti mempergunakan sebuah metode. Dengan metode tersebut guru berharap murid mampu menyerap dan memahami materi yang disampaikan dengan baik dan dengan cepat.
Dalam kaitannya dengan pengajaran bahasa, banyak metode yang telah diperkenalkan. Beberapa metode berdasarkan pada pendekatan psikologi, dan yang lain berdasarkan pendekatan linguistik. Tentu tidak semua metode cocok diterapkan pada kondisi dan situasi manapun dan oleh guru manapun. Hal ini dikarenakan masing-masing dari metode tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan.

B.  Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang dapat kami rumuskan adalah:
  1. Apakah yang dimaksud dengan metode pengajaran bahasa?
  2. Bagaimanakah metode-metode pengajaran bahasa itu?

C. Tujuan
Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan pengertian metode pengajaran dan macam-macam metode pengajaran bahasa.

II. PEMBAHASAN
A.  Pengertian Metode Pengajaran Bahasa
Metode pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran yang dirancang  untuk mendapatkan hasil pembelajaran tertentu. Tiap-tiap metode pengajaran menggunakan asumsi tertentu tentang sifat bahasa, proses belajar, peran guru dan peran pembelajar, serta jenis-jenis kegiatan pembelajaran dan meteri pengajaran (Ghazali, 2010:91). Metodologi pengajaran, menurut Richard (dikutip Ghazali, 2010:92), mencakup: kegiatan, tugas dan pengalaman belajar yang digunakan oleh guru dalam proses pengajaran dan pembelajaran. Metodologi pengajaran bukanlah sederet prinsip atau prosedur pengajaran yang baku atau pasti, melainkan sebuah proses yang dinamis dan kreatif yang mencerminkan asumsi tertentu tentang bahasa (bagaimana kita dapat menggambarkan atau berbicara tentang bahasa?), tentang profisiensi (apa yang dimaksud dengan menguasai bahasa?), dan pembelajaran (bagaimana mengajarkan bahasa?).

B. Beberapa Metode Pengajaran Bahasa
1. Metode Terjemahan Tata Bahasa
Metode terjemahan tatabahasa merupakan metode yang diwarisi dari pola-pola pengajaran bahasa latin. Metode ini menekankan pada bagaimana membuat siswa menguasai aturan-aturan tatabahasa dan kosa kata dengan memberikan daftar kosakata dan artinya kepada siswa untuk digunakan didalam membaca teks tertulis dalam pelajaran. Aturan-aturan tatabahasa ini dipelajari secara deduktif (diberikan penjelasan dulu tentang maknanya baru kemudian diterapkan dalam praktek membaca/menulis). Para siswa menerjemahkan wacana-wacana dari bahasa target kebahasa pertama yang sudah ia kuasai dan sebaliknya. Dalam metode ini, kemampuan menyimak dan berbicara tidak dikembangkan (Ghazali, 2010:93).
            Menurut Tarigan (1988:227), metode terjemahan tata bahasa pada hakekatnya mencakup dua komponen, yaitu: a). telaah eksplisit kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan b). penggunan terjemahan
Adapun ciri-ciri utama TTB adalah sebagi berikut:
a.       pertama siswa mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa dan daftar kosakata yang diarahkan pada bacaan pelajaran yang bersangkutan.
b.      berikutnya, siswa diberikan penjelasan tentang aturan-aturan dalam latihan penerjemahan yang merupakan kelanjutan penjelasan tata bahasa.
c.       pemahaman terhadap kaidah-kaidah dan bacaan-bacaan diuji melalui terjemahan dari bahasa sasaran ke bahasa asli dan sebaliknya.
d.      bahasa asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran terus menerus dibandingkan
e.       sangat sedikit kesempatan bagi kegiatan praktek atau latihan menyimak dan berbicara (Omaggio dikutip Tarigan, 1986:228).
Metode ini memilki beberapa keunggulan (Tarigan, 1986:228), antara lain: 1). kelas-kelas besar dapat diajar; 2). guru yang tidak fasih dapat dipakai; 3). cocok bagi semua tingkat linguistic. Sementara kelemahan metode TTB ini antara lain: 1). secara linguistic dibutuhkan guru yang terlatih; 2). kebanyakan pokok bahasan (subjek matter) tidak mengenai orang tertentu, dan terpisah serta terpencil dari yang lain; 3). tidak sesuai bagi orang yang tuna-aksara.
2. Metode Langsung 
Gerakan metode langsung (ML) atau direct method dalam pengajaran bahasa sebagaimana dipelopori para pendidik seperti Berlitz dan Jespersen bermula pada abad 19. Para pelopor  metode aktif ini percaya bahwa para siswa belajar memahami suatu bahasa dengan cara  menyimak dengan kuantitas yang besar. Mereka belajar berbicara dengan cara berbicara. Pada hakekatnya metodologi ini didasarkan pada cara anak-anak mempelajari bahasa ibu mereka: bahasa dipelajari melalui asosiasi “langsung” kata-kata atau frasa-frasa dan objek-objek dan tindakan-tindakan, tanpa penggunaan bahasa ibu sebagai variable penghalang (Tarigan, 1986:231).

Metode ini lebih menekankan pada menyimak dan berbicara. Kegiatan belajar bahasa dalam metode langsung menekankan pada hubungan langsung antara kata dan frasa dengan benda dan tindakan, tanpa perlu menggunakan bahasa pertama siswa sama sekali. Ketrampilan komunikasi lisan ini dikembangkan lewat progresi tahap demi tahap yang dirancang secara seksama dan dilakukan dengan menggunakan kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa dalam kelas yang kecil dan intensif. Tatabahasa diajarkan secara induktif atau digunakan dalam kalimat-kalimat yang diucapkan guru dan siswa dan tidak diajarkan langsung sehingga lama-lama siswa bisa menyimpulkan sendiri bagaimana yang benar dan materi linguistik yang baru selalu diperkenalkan pertama kali secara lisan (Ghazali, 2010:93).
Lebih lanjut, Tarigan mengemukakan ciri-ciri metode langsung, antara lain:
  1. Belajar mulai dari situasi “di sini dan kini” dengan memanfaatkan objek-objek kelas dan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan sederhana;
b.      Pelajaran berkembang di sekitar gambar-gambar yang dibuat secara khusus menggambarkan kehidupan di Negara pemakai bahasa sasaran;
c.       Dari permulaan pengajaran para siswa mendengarkan kalimat-kalimat sempurna dan bermakna di dalam wacana sederhana, yang kerapkali menggunakan bentuk pertukaran-pertukaran tanya jawab;
d.      Ucapan yang tepat dan benar merupakan suatu pertimbangan penilaian penting dalam pendekatan ini
e.       kaidah-kaidah tatabahasa dipelajari melalui praktek dan latihan;
f.       tujuan membaca juga dicapai melalui pemahaman “langsung” terhadap naskah bacaan tanpa penggunaan kamus atau terjemahan (Omaggio dikutip Tarigan, 1986:231-232).
Beberapa keunggulan ML antara lain: mempersiapkan pengetahuan bahasa yang bermanfaat bagi ujaran dalam konteks; cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat linguistic para siswa; beberapa penampilan dan penyingkapan bagi ujaran atau tuturan spontan. Sementara kelemahan ML antara lain: hanya dapat diterapkan pada kelompok kecil; sukar menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat situasi yang sebenarnya di dalam kelas; Sangat membutuhkan guru yang terampil dan fasih (Steinberg, 1986:172)
3. Metode Audio Lingual
Metode audio-lingual (MAL) didasari oleh teori yang berakar pada dua aliran pemikiran yang sejajar dalam psikologi dan linguistic. Metode ini menekankan pada pentingnya pola bahasa dalam pengajaran serta memandang bahasa lisan sebagai bentuk komunikasi yang paling utama. Metode ini memanfaatkan prinsip-prinsip yang diambil dari psikologi behavioral yang nampak pada kegiatan-kegiatan seperti menghafalkan dialog, mengulang kalimat secara bersama-sama dan latihan berulang-ulang (drill) untuk menguasai pola-pola kalimat. Siswa belajar bahasa sebagai kebiasaan dengan cara mempraktekkan pola-pola kalimat, seperti lewat latihan berulang (repetition drill, latihan yang persis dengan model yang diberikan oleh guru), dan latihan transformasi (latihan yang berbeda dari model yang diberikan guru; siswa diminta untuk melakukan operasi seperti penggantian, pengulangan kembali, pengisian, ekspansi, meringkas atau mengintegrasikan) (Ghazali, 2010:94).
Ciri-ciri utama MAL
Metode audio-lingual, yang juga dikenal sebagai Aural-Oral, ketermpilan fungsional, New Key, atau Metode Amerika dalam pengajaran bahasa, diterima dan diperlakukan sebagai pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran bahasa. Lado (1964) dalam bukunya yang berjudul Language Teaching: A Scientific Approach, mengemukakan hukum-hukum empiris belajar berikut ini sebagai dasar MAL:
a.       Hukum dasar hubungan menyatakan bahwa apabila dua pengalaman terjadi bersama-sama, maka kemunculan yang satu akan mengingatkan kembali kepada yang satu lagi.
b.      Hukum latihan mengemukakan dengan tegas bahwa semakin sering suatu response dipraktekkan, maka semakin baik hal itu dipelajari dan semakin lama diingat.
c.       Hukum intensitas menyatakan bahwa semakin intensif suatu response dipraktekkan, maka semakin mantap hal itu dipelajari dan semakin lama pula diingat.
d.      Hukum asimilasi menyatakan bahwa setiap kondisi yang baru terangsang justru cenderung menimbulkan response yang sama dengan yang telah ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang sama pada masa lalu.
e.       Hukum pengaruh menyatakan bahwa apabila suatu response disertai atau diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang memuaskan, maka response itu semakin diperkuat. Apabila suatu response diikuti oleh peristiwa yang menjengkelkan, maka response itu dihindarkan.
Rivers (dikutip Tarigan, 1986:236) menjelaskan ciri-ciri utama MAL itu dengan mengemukakan “lima slogan”, seperti berikut:
a.       Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan
b.      Bahasa adalah seperangkat kebiasaan
c.       Bahasa adalah apa yang dikatakan oleh penutur asli, bukan yang dipikirkan oleh seseorang apa yang harus dikatakan
d.      Bahasa-bahasa berbeda-beda dan beraneka ragam.
Tinjauan lebih lanjut dan lebih seksama terhadap buku pelajaran yang menggunakan MAL akan memberikan pandangan-pandangan lebih lanjut mengenai cara atau upaya menerjemahkan metode itu ke dalam praktek. Setiap bab buku pelajaran MAL terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: diaolog, latihan pola, dan kegiatan aplikasi
Seperti juga metode-metode pengajaran bahasa lainnya, MAL juga memilki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan MAL antara lain: dapat diterapkan pada kelas-kelas yang sedang; memberi banyak latihan dan praktek dalam menyimak dan berbicara; Sesuai bagi semua tingkatan siswa. Sementara kelemahan MAL yaitu: dibutuhkan guru yang trampil dan cekatan, ulangan seringkali membosankan serta menghambat penghipotesisan kaidah-kaidah; dan kurang sekali memberi perhatian pada ujaran yang spontan (Steinberg, 1986:192).
4. Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa anak mengemukakan bahwa dalam semua bahasa, belajar semantik itu bergantung pada perkembangan kognitif sang anak. Maksudnya, urutan-urutan perkembangan tersebut lebih banyak ditentukan oleh kerumitan semantik daripada oleh kerumitan struktural.
Ciri-ciri utama atau prinsip-prinsip dasar pendekatan kognitif telah dirangkum oleh Chastain (1976) sebagai berikut:
a.       tujuan pengajaran kognitif adalah mengembangkan pada diri para siswa tipe-tipe kemampuan yang sama seperti yang dimiliki oleh penutur asli;
b.      bahan pelajaran dan guru harus memperkenalkan para siswa pada situasi-situasi yang akan meningkatkan pemakaian bahasa kreatif;
c.       karena perilaku bahasa secara konstan bersifat inovatif dan beragam, maka para siswa harus diajar memahami system kaidah di samping dituntut mengingat deretan permukaan dalam model hafalan;
d.      belajar haruslah selalu bermakna; artinya, para siswa hendaknya mengerti selalu apa yang disuruh untuk dilakukan; benar-benar memahami serta melakukan dengan baik apa yang disuruh (Omaggio dikutip Tarigan, 1986:240).
Beberapa keunggulan pendekatan kognitif antara lain: dapat dilaksanakan dalam kelas besar; sabar menghadapi, memperbaiki kesalahan; gabungan keterampilan-keterampilan dapat memperkuat atau meningkatkan upaya belajar; dan cocok dan sesuai bagi semua tingkatan siswa. Sementara kelemahan pendekatan ini adalah sebagai berikut: tidak terdapat di dalamnya metode tertentu; bukan merupakan metode khusus (Steinberg, 1986:192); dan banyak interpretasi dapat diberikan.

5. Pendekatan Ganda
Para pendukung pendekatan ganda atau multiple Approach dewasa ini menganjurkan menggunakan suatu metodologi yang didasarkan pada rencana Cleveland ataupun multiple Approach Methode yang diperkenalkan oleh de Sauza pada tahun 1920-an. Pendekatan ini tidaklah beranggapan bahwa orang dewasa belajar bahasa dengan cara yang persis sama seperti yang dilakukan oleh seorang anak (Tarigan, 1986:243), karenanya dibuatlah variasi-variasi dalam pola pengajarannya.
Tujuh ciri utama pendekatan ganda berikut ini merupakan gabungan dari pendekatan ganda yang diperikan oleh Puccianni dan Hamel (1967), dan metode Aktif Verbal yang diperikan oleh Lenard (1980):

a.       bahasa diturunkan - diciptakan – oleh setiap pembicara;
b.      bahas adalah budaya;
c.       bahasa sasaran dipakai sebagai media pengajaran;
d.      penekanan tunggal pada setiap pelajaran;
e.       keempat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) diajarkan serempak;
f.       tata bahasa diajarkan secara induktif dalam bahasa sasaran;
g.      bahasa sasaran diperkenalkan melalui dialog atau melalui kelompok kalimat (tanya-jawab) (Omaggio, dikutip Tarigan, 1986:245).
Konteks penyajian bahasa dalam metode Ganda ini umumnya berdasarkan kultur dan berorientasi pada kosakata sehari-hari dan situasi-situasi kehidupan nyata. Metode ini agak berpusat pada guru, sehingga memncing para siswa untuk bertindak defensif dalam beberapa hal, kecuali guru mampu menciptakan situasi yang nyaman dalam proses belajar siswa.

6. Responsi Fisik Total
Pendekatan ini didasarkan pada keyakinan bahwa pemahaman menyimak haruslah dikembangkan secara penuh, seperti halnya dengan anak-anak belajar bahasa ibu mereka, sebelum ada partisipasi lisan aktif dari para siswa yang dapat diharapkan. (Tarigan, 1986:247).
Metode Responsi Fisik Total atau Total Physical Response (TPR) (Asher, 1982) menggunakan perintah-perintah lisan yang harus dilakukan siswa agar dapat menunjukkan pemahaman mereka terhadap maksud dari perintah-perintah lisan itu. Guru memberikan contoh gerakan atau tindakan yang diperintahkan itu sehingga siswa secara tidak langsung mendapatkan struktur tatabahasa dan kosakata dari bahasa target (Ghazali, 2010:97).
Asher (dikutip Tarigan, 1986:247-248) merangkumkan tiga gagasan utama yang mendasari metode Responsi Fisik Total sebagai berikut:


a.       pemahaman bahasa lisan haruslah dikembangkan dalam berbicara;
b.      pemahaman dan ingatan diperoleh dengan baik melalui gerakan tubuh;
c.       para siswa hendaknya tidak pernah dipaksa berbicara sebelum mereka siap.
Metode ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengaktifkan para siswa karena situasi dalam kelas memang hidup memberi kesempatan pada siswa untuk mengujicobakan keterampilan mereka dengan cara yang kreatif.

7. Pendekatan Alamiah
Pendekatan Alamiah atau The Natural Approach dalam pengajaran bahasa diperkenalkan dan dikembangkan oleh Terrel (1977:1982) berdasarkan teori Krasen mengenai PB2. Premis utama yang dikemukakan oleh Terrel ialah bahwa “adalah mungkin bagi para siswa dalam suatu situasi kelas belajar berkomunikasi dalam bahasa kedua”(1977:325).
Tujuan pendekatan alamiah adalah seperangkat kecakapan atau kemampuan tingkat menengah atau lanjutan dalam B2, paling tidak dalam keterampilan-keterampilan oral. Hal ini akan mempunyai beberapa implikasi penting bagi praktek kelas.
Pendekatan alami lebih menekankan pada pemahaman sebagai keterampilan dasar yang bisa menunjang akuisisi bahasa sehingga pendekatan alami ini menganggap bahwa pemahaman harus sudah ada sebelum siswa mulai memproduksi bahasa. Kemampuan berbicara tumbuh secara bertahap, dari yang pada awalnya berupa reaksi terhadap perintah sampai pada akhirnya bisa menghasilkan wacana yang koheren (Ghazali, 2010:97).
Ciri-ciri utama pendekatan alamiah ini terlihat pada petunjuk-petunjuk praktek kelas yang dikemukakan oleh Terrel, antara lain (Tarigan, 1986:251): distribusi belajar dan kegiatan-kegiatan pemerolehan, koreksi kesalahan, dan responsi-responsi dalam B1 dan B2.



Selanjutnya Tarrel merangkumkan prinsip-prinsip dasar metode yang dikemukakannya ini sebagai berikut (Tarigan, 2010:252):
a.       tujuan awal pengajaran bahasa adalah kompetensi komunikatif langsung,
b.      pengajaran harus diarahkan  untuk memodifikasi serta meningkatkan tata bahasa para siswa, bukan membangun satu kaidah pada suatu waktu;
c.       para siswa harus diberi kesempatan memperoleh bahasa, bukan memaksanya untuk mempelajarinya
d.      faktor-faktor afektif yang harus dipaksakan beroperasi dalam pengajaran, bukan faktor-faktor kognitif
e.       belajar kosakata merupakan kunci bagi pemahaman dan prodiksi ujaran.
Berikut ini contoh kegiatan kelas yang menerapkan pendekatan alamiah dalam pengajaran bahasa, yaitu: 1). Kegiatan pemahaman (praproduksi), yang terdiri dari praktek atau latihan pemahaman menyimak, 2). Produksi ujaran awal, akan terjadi apabila para siswa memilki pengenalan kosakata sebanyak kira-kira 500 kata, dan 3). Kemunculan ujaran (timbulnya tuturan), terjadi setelah fase produksi ujaran awal (Tarigan, 1986:253).

8. Belajar Bahasa Masyarakat
Belajar Bahasa Masyarakata (Community Language Learning) adalah  sebuah pendekatan dalam pengajaran bahasa yang memberi penekanan pada peranan ranah afektif dalam mempromosikan belajar kognitif. Community Language Learning atau bisa juga disebut Counseling-Learning dikembangkan oleh Charles Curran (1976) berdasarkan teknik-teknik yang dipinjam dari penyuluhan psikologis. Yang menjadi premis teoritis dasar bagi pendekatan ini ialah bahwa insan secara individual membutuhkan pemahaman dan bantuan dalam proses pemenuhan nilai-nilai dan tujuan-tujuan pribadi (Tarigan, 1986:255). Guru perlu memerhatikan kebutuhan individual dari para siswa serta apa ketakutan-ketakutan atau masalah-masalah siswa dalam pembelajaran. Dengan membangkitkan perasaan diterima oleh lingkungan (sense of community) dalam diri siswa maka guru bisa mengarahkan energi positif siswa pada pembelajaran bahasa.
Ciri utama pendekatan BBM antara lain:
a.       guru bertindak sebagai “knower/councelor”,
b.      guru menyediakan bahasa yang dibutuhkan siswa untuk mengekspresikan diri,
c.       kelas terdiri dari enam sampai duabelas pelajar yang duduk dalam suatu lingkaran kecil deng seorang atau dua orang guru yang berdiri di luar lingkaran dan siap membantu.
d.      teknik-teknik dipakai dapat mungkin mengurangi kegelisahan dalam kelompok dan meningkatkan pengekspresian gagasan dan perasaan secara bebas.
Dalam metode ini terdapat lima tahap belajar (Tarigan, 1986:255-256), yaitu:
Tahap 1. Para siswa membuat pernyataan-pernyataan dengan suara nyaring dalam bahasa ibu mereka, dengan bantuan guru dalam penerjemahannya.
Tahap 2. Tahap kedua ini dikenal sebagai “tahap swa-asertif” atau “self-assertive stage”, siswa mengatakan apa yang ingin dikatakan tanpa bantuan guru.
Tahap 3. Dalam “tahap kelahiran” ini, para siswa meningkatkan kemandirian mereka dan berbicara dalam bahasa sasaran tanpa terjemahan, kecuali jika siswa lain memintanya atau memerlukannya.
Tahap 4. Tahap ini disebut “tahap remaja” atau “tahap pembalikan”. Dalam tahap ini sang pelajar menjadi cukup kuat menerima umpan balik korektif dari sang guru dan/atau dari anggota kelompok lainnya.
Tahap 5. “Tahap Kemerdekaan” ini ditandai oleh interaksi bebas antara para siswa dengan (para) guru. Setiap orang memberikan koreksi dan perbaikan stalistik dalam semangat kelompok.
Keunggulan metode ini adalah bahwa bahasa dipakai dalam konteks bagi interaksi personal (personal interaction). Sementara kelemahan metode ini adalah  bahwa metode ini hanya dapat dipakai untuk kelompok kecil saja, dibutuhkan guru yang terampil dalam bidang linguistik, percakapan kerapkali terasa dipaksakan atau terasa kaku, atau sebaliknya terasa muluk-muluk dan tidak wajar.



9. Cara Diam
Metode Cara Diam atau The Silent Way yang diperkenalkan oleh Gattegno ini dalam orientasinya dapat diklasifikasikan sebagai kognitivis. Dalam pandangan Gattegno, pikiran merupakan agen, wali, atau perantara aktif yang mampu membangun kriteria intinya sendiri buat belajar. Ketiga kata kunci filisofi yang berada di belakang pendekatan ini adalah kebebasan (independence), otonomi (autonomy), dan pertanggungjawaban (responsibility). Metode Cara Diam beranggapan bahwa para pelajar bekerja dengan sumber-sumber dalam diri mereka (yaitu struktur kognitif yang ada, pengalaman, perasaan, pengetahuan mengenai dunia, dsb) (Tarigan, 1986:257).
Dalam  metode ini siswa tidak diminta untuk merespon stimulus-stimulus dalam lingkungan seperti pada orientasi audio-lingual tetapi didasarkan pandangan bahwa pembelajar dapat mengembangkan kriteria yang mereka buat sendiri untuk belajar bahasa tanpa perlu diberi materi bahasa secara langsung atau secara "silent", hening, tanpa suara.
Dalam metode Silent Way, guru biasanya menggunakan Cuisenaire rods atau batangan-batangan berwarna. Guru mengajarkan kosakata dasar dan sedikit aturan tatabahasa lalu siswa belajar untuk mengucapkan kata rod dan angka-angka, ditambah kata sifat, kata kerja, konjungsi, pronomina dan adverb.
Stevick mengemukakan lima prinsip dasar atau cirri utama metode Cara Diam, yaitu:
a.       mengajar haruslah merupakan bawahan (subordinasi) belajar,
b.      belajar bukanlah merupakan tiruan atau latihan,
c.       dalam belajar, pikirn memperlengkapi dirinya dengan karyanya sendiri, mencoba-coba (trial and error), eksperimentasi yang disengaja, menunda keputusan, dan merevisi konklusi (atau memperbaiki kesimpulan).
d.      dalam pelaksanaannya, pikiran menarik atau mengambil segala sesuatu yang sudah pernah diperolehnya, terutama sekali pengalamannya dalam belajar bahasa ibu.
e.       pengajar atau guru harus berhenti mencampuri atau campur tangan dan mengarahkan atau membelokkan kegiatan sebelumnya (Stevick, 1980:137).
Pakar lain, yaitu Karambelas, mengutarakan teknik-teknik dan prinsip-prinsip metode Cara Diam sebagai berikut: 1). Menghindari mengulangi contoh ucapan guru, karena tidak perlu, 2). Mengenali dan memahami bahan pelajaran melalui pemakaian dan praktek dalam konteks, 3). Perbikan atau koreksi jarang dilakukan guru, 4). Pekerjaan lisan diikuti oleh praktek menulis, 5). Pelajar bertanggungjawab terhadap kegiatan belajar mereka sendiri.
Metode ini barangkali lebih terkenal karena penggunaan balok-balok berwarna, yang disebut balok-balok Cuisenaire, untuk mengajarkan struktur-struktur dasar bahasa. Seperangkat kartu-kartu fonetik dan kata yang berupa balok berwarna juga merupakan bahan penting bagi kelas yang menerapkan metode Cara Diam.
Keunggulan metode ini antara lain: dapat menstimulasi penghipotesisan kaidah; bahasa dipelajari dalam konteks situasional. Sedangkan kelemahan metode ini adalah: hanya dapat dipraktekkan pada kelompok kecil; dibutuhkan guru yang terampil; situasinya amat sibuk dan berat bagi para siswa; sukar membuat ucapan yang tepat tanpa model atau contoh yang baik; dan tiadanya model bahasa yang baik jusru membatasi perkembangan yang baik, sehingga tidak jarang berada di bawah tingkat pemula (Steinberg, 1986:192).

10. Sugestopedia
Metode Sugestopedia adalah metode pengajaran yang menggunakan teknik-teknik relaksasi dan konsentrasi untuk merangsang pembelajar agar menggunakan daya pikir bawah sadarnya untuk menambah kemampuannya mengingat lebih banyak kosakata dan struktur (Lazanov dikutip Ghazali, 2010:100). Ciri utama dari pendekatan ini adalah penciptaan suasana pembelajaran yang "sugestif", merangsang pikiran bawah sadar dengan menggunakan cahaya yang lembut, musik barok, tempat duduk yang nyaman, dan teknik-teknik dramatis yang dilakukan guru untuk menyajikan materi bahasa.  




Kegiatan pengajaran dengan metode ini terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a.        pertama, siswa membaca materi pelajaran sebelumnya melalui percakapan, permainan atau skit (drama humoris yang pendek).
b.        berikutnya, bahan baru disajikan melalui dialog-dialig panjang yang didasarkan pada situasi nyata. Tahap ini diikuti dengan "active concert" dan "passive concert".
c.        sesi ketiga disebut fase aktivasi (activation phase). Pada tahap ini diberikan penguatan terhadap materi baru yang sudah dipelajari pada fase kedua.
Agar metode Lozanov dapat dipraktekkan atau diterapkan secara efektif, diperlukan tiga unsur penting (Tarigan, 1986:263), yaitu:
  1. ruang kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya yang lembut) dan suasana kelas yang menyenagkan;
  2. guru yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan memotivasi belajar para siswa; dan
  3. para siswa yang dapat siap-siaga dalam kesantaian (Bancroft 1978:172; Krashen, 1986:143-144).
Kelemahan metode ini antara lain: hanya dapat digunakan bagi kelompok kecil,  menjengkelkan dan menggelisahkan bagi orang-orang yang tidak menyukai Hayden dan penggubah lagu klasik lainnya; biayanya terlalu mahal; belum ada ketentuan dan persiapan bagi tingkat-tingkat menengah dan lanjutan (Steinberg, 1986:193); membuat pemahaman membaca dan menyimak terlalu terbatas; dan bahan masukan secara pedagogis dipersiapkan terlalu bersifat eksklusif (Omagio dikutip Tarigan, 1986:264).








III. SIMPULAN

Metode pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran yang dirancang  untuk mendapatkan hasil pembelajaran tertentu.
Beberapa metode pengajaran bahasa antara lain metode terjemahan tata bahasa,metode langsung, metode audio lingual, pendekatan kognitif, pendekatan ganda, responsi fisik total, pendekatan alamiah, belajar bahasa masyarakat, cara diam, sugestopedia.
Tiap-tiap metode pengajaran bahasa memiliki beberapa keungulan selain kekuranga-kekurangan.




















DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Henry Guntur, 1986. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Bandung: Angkasa
Ghazali, Syukur, 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama
Roekhan-Nurhadi, 1990. Dimensi-dimensi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua. Bandung: Sinar Baru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar