BEBERAPA
METODE PENGAJARAN BAHASA
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah
merupakan lingkungan bahasa yang khas. Menurut Dulay, dkk. (dikutip
Martutik dalam Noerhadi, 1990:130) lingkungan kebahasaan di sekolah termasuk
lingkungan formal. Lingkungan ini diciptakan oleh guru dalam mendidik para
siswanya. Dalam pengajaran bahasa, lingkungan kebahasaan yang diciptakan
diarahkan untuk meningkatkan kualitas prilaku kebahasan siswa. Penciptaan
lingkungan ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain tujuan, kualitas
guru, pendekatan dan metode yang digunakan, kondisis siswa dan lain-lain.
Faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap proses pembelajaran bahasa siswa.
Metode
dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang cukup signifikan. Fakta
bahwa tiap proses belajar mengajar, entah disadari atau tidak oleh sang guru,
guru pasti mempergunakan sebuah metode. Dengan metode tersebut guru berharap
murid mampu menyerap dan memahami materi yang disampaikan dengan baik dan
dengan cepat.
Dalam
kaitannya dengan pengajaran bahasa, banyak metode yang telah diperkenalkan.
Beberapa metode berdasarkan pada pendekatan psikologi, dan yang lain
berdasarkan pendekatan linguistik. Tentu tidak semua metode cocok diterapkan
pada kondisi dan situasi manapun dan oleh guru manapun. Hal ini dikarenakan
masing-masing dari metode tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka masalah yang dapat kami rumuskan adalah:
- Apakah yang dimaksud dengan metode pengajaran bahasa?
- Bagaimanakah metode-metode pengajaran bahasa itu?
C. Tujuan
Bertolak dari
perumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan pengertian metode pengajaran dan macam-macam metode pengajaran
bahasa.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Pengajaran Bahasa
Metode pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran
yang dirancang untuk mendapatkan hasil
pembelajaran tertentu. Tiap-tiap metode pengajaran menggunakan asumsi tertentu
tentang sifat bahasa, proses belajar, peran guru dan peran pembelajar, serta
jenis-jenis kegiatan pembelajaran dan meteri pengajaran (Ghazali, 2010:91). Metodologi
pengajaran, menurut Richard (dikutip Ghazali, 2010:92), mencakup:
kegiatan, tugas dan pengalaman belajar yang digunakan oleh guru dalam proses
pengajaran dan pembelajaran. Metodologi pengajaran bukanlah sederet prinsip
atau prosedur pengajaran yang baku atau pasti, melainkan sebuah proses yang
dinamis dan kreatif yang mencerminkan asumsi tertentu tentang bahasa (bagaimana
kita dapat menggambarkan atau berbicara tentang bahasa?), tentang profisiensi
(apa yang dimaksud dengan menguasai bahasa?), dan pembelajaran (bagaimana
mengajarkan bahasa?).
B. Beberapa
Metode Pengajaran Bahasa
1. Metode
Terjemahan Tata Bahasa
Metode terjemahan tatabahasa merupakan metode yang
diwarisi dari pola-pola pengajaran bahasa latin. Metode ini menekankan pada
bagaimana membuat siswa menguasai aturan-aturan tatabahasa dan kosa kata dengan
memberikan daftar kosakata dan artinya kepada siswa untuk digunakan didalam membaca
teks tertulis dalam pelajaran. Aturan-aturan tatabahasa ini dipelajari secara
deduktif (diberikan penjelasan dulu tentang maknanya baru kemudian diterapkan
dalam praktek membaca/menulis). Para siswa menerjemahkan wacana-wacana dari
bahasa target kebahasa pertama yang sudah ia kuasai dan sebaliknya. Dalam
metode ini, kemampuan menyimak dan berbicara tidak dikembangkan (Ghazali,
2010:93).
Menurut Tarigan (1988:227), metode
terjemahan tata bahasa pada hakekatnya mencakup dua komponen, yaitu: a). telaah
eksplisit kaidah-kaidah tata bahasa dan kosakata, dan b). penggunan terjemahan
Adapun ciri-ciri utama TTB adalah sebagi
berikut:
a. pertama
siswa mempelajari kaidah-kaidah tata bahasa dan daftar kosakata yang diarahkan
pada bacaan pelajaran yang bersangkutan.
b. berikutnya,
siswa diberikan penjelasan tentang aturan-aturan dalam latihan penerjemahan yang
merupakan kelanjutan penjelasan tata bahasa.
c. pemahaman
terhadap kaidah-kaidah dan bacaan-bacaan diuji melalui terjemahan dari bahasa
sasaran ke bahasa asli dan sebaliknya.
d. bahasa
asli (bahasa ibu) dan bahasa sasaran terus menerus dibandingkan
e. sangat
sedikit kesempatan bagi kegiatan praktek atau latihan menyimak dan berbicara (Omaggio
dikutip Tarigan, 1986:228).
Metode
ini memilki beberapa keunggulan (Tarigan, 1986:228), antara lain: 1). kelas-kelas
besar dapat diajar; 2). guru yang tidak fasih dapat dipakai; 3). cocok bagi
semua tingkat linguistic. Sementara kelemahan metode TTB ini antara lain: 1). secara
linguistic dibutuhkan guru yang terlatih; 2). kebanyakan pokok bahasan (subjek
matter) tidak mengenai orang tertentu, dan terpisah serta terpencil dari yang
lain; 3). tidak sesuai bagi orang yang tuna-aksara.
2.
Metode Langsung
Gerakan
metode langsung (ML) atau direct method dalam pengajaran bahasa sebagaimana
dipelopori para pendidik seperti Berlitz dan Jespersen bermula
pada abad 19. Para pelopor metode aktif ini percaya bahwa para siswa
belajar memahami suatu bahasa dengan cara
menyimak dengan kuantitas yang besar. Mereka belajar berbicara dengan
cara berbicara. Pada hakekatnya metodologi ini didasarkan pada cara anak-anak
mempelajari bahasa ibu mereka: bahasa dipelajari melalui asosiasi “langsung”
kata-kata atau frasa-frasa dan objek-objek dan tindakan-tindakan, tanpa
penggunaan bahasa ibu sebagai variable penghalang (Tarigan, 1986:231).
Metode ini lebih menekankan pada menyimak dan berbicara.
Kegiatan belajar bahasa dalam metode langsung menekankan pada hubungan langsung
antara kata dan frasa dengan benda dan tindakan, tanpa perlu menggunakan bahasa
pertama siswa sama sekali. Ketrampilan komunikasi lisan ini dikembangkan lewat
progresi tahap demi tahap yang dirancang secara seksama dan dilakukan dengan
menggunakan kegiatan tanya jawab antara guru dan siswa dalam kelas yang kecil
dan intensif. Tatabahasa diajarkan secara induktif atau digunakan dalam
kalimat-kalimat yang diucapkan guru dan siswa dan tidak diajarkan langsung
sehingga lama-lama siswa bisa menyimpulkan sendiri bagaimana yang benar dan
materi linguistik yang baru selalu diperkenalkan pertama kali secara lisan
(Ghazali, 2010:93).
Lebih lanjut,
Tarigan mengemukakan ciri-ciri metode langsung, antara lain:
- Belajar mulai dari situasi “di sini dan kini” dengan memanfaatkan objek-objek kelas dan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan sederhana;
b. Pelajaran berkembang di sekitar gambar-gambar yang dibuat
secara khusus menggambarkan kehidupan di Negara pemakai bahasa sasaran;
c.
Dari
permulaan pengajaran para siswa mendengarkan kalimat-kalimat sempurna dan
bermakna di dalam wacana sederhana, yang kerapkali menggunakan bentuk
pertukaran-pertukaran tanya jawab;
d.
Ucapan
yang tepat dan benar merupakan suatu pertimbangan penilaian penting dalam
pendekatan ini
e.
kaidah-kaidah
tatabahasa dipelajari melalui praktek dan latihan;
f. tujuan membaca juga dicapai melalui pemahaman “langsung”
terhadap naskah bacaan tanpa penggunaan kamus atau terjemahan (Omaggio dikutip
Tarigan, 1986:231-232).
Beberapa
keunggulan ML antara lain: mempersiapkan pengetahuan bahasa yang bermanfaat
bagi ujaran dalam konteks; cocok dan sesuai bagi tingkat-tingkat linguistic
para siswa; beberapa penampilan dan penyingkapan bagi ujaran atau tuturan
spontan. Sementara kelemahan ML antara lain: hanya dapat diterapkan pada
kelompok kecil; sukar menyediakan berbagai kegiatan yang menarik dan bersifat
situasi yang sebenarnya di dalam kelas; Sangat membutuhkan guru yang terampil
dan fasih (Steinberg, 1986:172)
3. Metode Audio Lingual
Metode audio-lingual (MAL) didasari oleh teori yang
berakar pada dua aliran pemikiran yang sejajar dalam psikologi dan linguistic. Metode
ini menekankan pada pentingnya pola bahasa dalam pengajaran serta memandang
bahasa lisan sebagai bentuk komunikasi yang paling utama. Metode ini
memanfaatkan prinsip-prinsip yang diambil dari psikologi behavioral yang nampak
pada kegiatan-kegiatan seperti menghafalkan dialog, mengulang kalimat secara
bersama-sama dan latihan berulang-ulang (drill) untuk menguasai pola-pola
kalimat. Siswa belajar bahasa sebagai kebiasaan dengan cara mempraktekkan
pola-pola kalimat, seperti lewat latihan berulang (repetition drill, latihan
yang persis dengan model yang diberikan oleh guru), dan latihan transformasi
(latihan yang berbeda dari model yang diberikan guru; siswa diminta untuk
melakukan operasi seperti penggantian, pengulangan kembali, pengisian, ekspansi,
meringkas atau mengintegrasikan) (Ghazali, 2010:94).
Ciri-ciri utama MAL
Metode audio-lingual,
yang juga dikenal sebagai Aural-Oral, ketermpilan fungsional, New Key,
atau Metode Amerika dalam pengajaran bahasa, diterima dan diperlakukan sebagai
pendekatan “ilmiah” bagi pengajaran bahasa. Lado (1964) dalam bukunya yang
berjudul Language Teaching: A Scientific Approach, mengemukakan hukum-hukum
empiris belajar berikut ini sebagai dasar MAL:
a.
Hukum dasar hubungan menyatakan bahwa
apabila dua pengalaman terjadi bersama-sama, maka kemunculan yang satu akan
mengingatkan kembali kepada yang satu lagi.
b.
Hukum latihan mengemukakan dengan tegas
bahwa semakin sering suatu response dipraktekkan, maka semakin baik hal itu
dipelajari dan semakin lama diingat.
c.
Hukum intensitas menyatakan bahwa
semakin intensif suatu response dipraktekkan, maka semakin mantap hal itu
dipelajari dan semakin lama pula diingat.
d.
Hukum asimilasi menyatakan bahwa setiap
kondisi yang baru terangsang justru cenderung menimbulkan response yang sama dengan
yang telah ditimbulkan oleh kondisi-kondisi yang sama pada masa lalu.
e.
Hukum pengaruh menyatakan bahwa apabila
suatu response disertai atau diikuti oleh peristiwa-peristiwa yang memuaskan,
maka response itu semakin diperkuat. Apabila suatu response diikuti oleh
peristiwa yang menjengkelkan, maka response itu dihindarkan.
Rivers (dikutip
Tarigan, 1986:236) menjelaskan ciri-ciri utama MAL itu dengan mengemukakan
“lima slogan”, seperti berikut:
a.
Bahasa adalah ujaran, bukan tulisan
b.
Bahasa adalah seperangkat kebiasaan
c.
Bahasa adalah apa yang dikatakan oleh
penutur asli, bukan yang dipikirkan oleh seseorang apa yang harus dikatakan
d. Bahasa-bahasa berbeda-beda dan beraneka ragam.
Tinjauan
lebih lanjut dan lebih seksama terhadap buku pelajaran yang menggunakan MAL
akan memberikan pandangan-pandangan lebih lanjut mengenai cara atau upaya
menerjemahkan metode itu ke dalam praktek. Setiap bab buku pelajaran MAL
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu: diaolog, latihan pola, dan kegiatan
aplikasi
Seperti
juga metode-metode pengajaran bahasa lainnya, MAL juga memilki keunggulan dan
kelemahan. Keunggulan MAL antara lain: dapat diterapkan pada kelas-kelas yang
sedang; memberi banyak latihan dan praktek dalam menyimak dan berbicara; Sesuai
bagi semua tingkatan siswa. Sementara kelemahan MAL yaitu: dibutuhkan guru yang
trampil dan cekatan, ulangan seringkali membosankan serta menghambat
penghipotesisan kaidah-kaidah; dan kurang sekali memberi perhatian pada ujaran
yang spontan (Steinberg, 1986:192).
4. Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif dalam kaitannya dengan perkembangan
bahasa anak mengemukakan bahwa dalam semua bahasa, belajar semantik itu
bergantung pada perkembangan kognitif sang anak. Maksudnya, urutan-urutan
perkembangan tersebut lebih banyak ditentukan oleh kerumitan semantik daripada
oleh kerumitan struktural.
Ciri-ciri
utama atau prinsip-prinsip dasar pendekatan kognitif telah dirangkum oleh
Chastain (1976) sebagai berikut:
a. tujuan pengajaran kognitif adalah mengembangkan pada diri
para siswa tipe-tipe kemampuan yang sama seperti yang dimiliki oleh penutur
asli;
b.
bahan pelajaran dan guru harus
memperkenalkan para siswa pada situasi-situasi yang akan meningkatkan pemakaian
bahasa kreatif;
c.
karena perilaku bahasa secara konstan
bersifat inovatif dan beragam, maka para siswa harus diajar memahami system
kaidah di samping dituntut mengingat deretan permukaan dalam model hafalan;
d.
belajar haruslah selalu bermakna;
artinya, para siswa hendaknya mengerti selalu apa yang disuruh untuk dilakukan;
benar-benar memahami serta melakukan dengan baik apa yang disuruh (Omaggio
dikutip Tarigan, 1986:240).
Beberapa keunggulan
pendekatan kognitif antara lain: dapat
dilaksanakan dalam kelas besar; sabar menghadapi,
memperbaiki kesalahan; gabungan keterampilan-keterampilan dapat memperkuat atau
meningkatkan upaya belajar; dan cocok dan sesuai bagi semua tingkatan siswa. Sementara kelemahan pendekatan ini adalah sebagai berikut:
tidak terdapat di dalamnya metode tertentu; bukan
merupakan metode khusus (Steinberg, 1986:192); dan banyak
interpretasi dapat diberikan.
5. Pendekatan Ganda
Para pendukung
pendekatan ganda atau multiple Approach dewasa ini menganjurkan
menggunakan suatu metodologi yang didasarkan pada rencana Cleveland ataupun
multiple Approach Methode yang diperkenalkan oleh de Sauza pada tahun
1920-an. Pendekatan ini tidaklah beranggapan bahwa orang dewasa belajar bahasa
dengan cara yang persis sama seperti yang dilakukan oleh seorang anak (Tarigan,
1986:243), karenanya dibuatlah variasi-variasi dalam pola pengajarannya.
Tujuh ciri utama
pendekatan ganda berikut ini merupakan gabungan dari pendekatan ganda yang
diperikan oleh Puccianni dan Hamel (1967), dan metode Aktif Verbal yang
diperikan oleh Lenard (1980):
a. bahasa diturunkan - diciptakan – oleh setiap pembicara;
b.
bahas
adalah budaya;
c.
bahasa
sasaran dipakai sebagai media pengajaran;
d.
penekanan
tunggal pada setiap pelajaran;
e.
keempat
keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) diajarkan
serempak;
f.
tata
bahasa diajarkan secara induktif dalam bahasa sasaran;
g. bahasa sasaran diperkenalkan melalui dialog atau melalui
kelompok kalimat (tanya-jawab) (Omaggio, dikutip Tarigan, 1986:245).
Konteks
penyajian bahasa dalam metode Ganda ini umumnya berdasarkan kultur dan
berorientasi pada kosakata sehari-hari dan situasi-situasi kehidupan nyata.
Metode ini agak berpusat pada guru, sehingga memncing para siswa untuk
bertindak defensif dalam beberapa hal, kecuali guru mampu menciptakan situasi
yang nyaman dalam proses belajar siswa.
6. Responsi
Fisik Total
Pendekatan
ini didasarkan pada keyakinan bahwa pemahaman menyimak haruslah dikembangkan
secara penuh, seperti halnya dengan anak-anak belajar bahasa
ibu mereka, sebelum ada partisipasi lisan aktif dari para siswa yang dapat
diharapkan. (Tarigan, 1986:247).
Metode
Responsi Fisik Total atau Total Physical Response (TPR) (Asher, 1982) menggunakan
perintah-perintah lisan yang harus dilakukan siswa agar dapat menunjukkan
pemahaman mereka terhadap maksud dari perintah-perintah lisan itu. Guru
memberikan contoh gerakan atau tindakan yang diperintahkan itu sehingga siswa
secara tidak langsung mendapatkan struktur tatabahasa dan kosakata dari bahasa
target (Ghazali, 2010:97).
Asher
(dikutip Tarigan, 1986:247-248) merangkumkan tiga gagasan utama yang mendasari
metode Responsi Fisik Total sebagai berikut:
a. pemahaman bahasa lisan haruslah dikembangkan dalam
berbicara;
b.
pemahaman
dan ingatan diperoleh dengan baik melalui gerakan tubuh;
c. para siswa hendaknya tidak pernah dipaksa berbicara
sebelum mereka siap.
Metode
ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengaktifkan para siswa karena
situasi dalam kelas memang hidup memberi kesempatan pada siswa untuk
mengujicobakan keterampilan mereka dengan cara yang kreatif.
7. Pendekatan
Alamiah
Pendekatan
Alamiah atau The Natural Approach dalam pengajaran bahasa diperkenalkan
dan dikembangkan oleh Terrel (1977:1982) berdasarkan teori Krasen mengenai PB2.
Premis utama yang dikemukakan oleh Terrel ialah bahwa “adalah mungkin bagi
para siswa dalam suatu situasi kelas belajar berkomunikasi dalam bahasa kedua”(1977:325).
Tujuan
pendekatan alamiah adalah seperangkat kecakapan atau kemampuan tingkat menengah
atau lanjutan dalam B2, paling tidak dalam keterampilan-keterampilan oral. Hal
ini akan mempunyai beberapa implikasi penting bagi praktek kelas.
Pendekatan
alami lebih menekankan pada pemahaman sebagai keterampilan dasar yang bisa
menunjang akuisisi bahasa sehingga pendekatan alami ini menganggap bahwa
pemahaman harus sudah ada sebelum siswa mulai memproduksi bahasa. Kemampuan
berbicara tumbuh secara bertahap, dari yang pada awalnya berupa reaksi terhadap
perintah sampai pada akhirnya bisa menghasilkan wacana yang koheren (Ghazali,
2010:97).
Ciri-ciri
utama pendekatan alamiah ini terlihat pada petunjuk-petunjuk praktek kelas yang
dikemukakan oleh Terrel, antara lain (Tarigan, 1986:251): distribusi belajar
dan kegiatan-kegiatan pemerolehan, koreksi kesalahan, dan responsi-responsi dalam B1 dan B2.
Selanjutnya Tarrel
merangkumkan prinsip-prinsip dasar metode yang dikemukakannya ini sebagai
berikut (Tarigan, 2010:252):
a. tujuan awal pengajaran bahasa adalah kompetensi
komunikatif langsung,
b.
pengajaran
harus diarahkan untuk memodifikasi serta
meningkatkan tata bahasa para siswa, bukan membangun satu kaidah pada suatu
waktu;
c.
para
siswa harus diberi kesempatan memperoleh bahasa, bukan memaksanya untuk
mempelajarinya
d.
faktor-faktor
afektif yang harus dipaksakan beroperasi dalam pengajaran, bukan faktor-faktor
kognitif
e.
belajar kosakata merupakan kunci bagi
pemahaman dan prodiksi ujaran.
Berikut ini contoh
kegiatan kelas yang menerapkan pendekatan alamiah dalam pengajaran bahasa,
yaitu: 1). Kegiatan pemahaman (praproduksi), yang terdiri dari praktek atau
latihan pemahaman menyimak, 2). Produksi ujaran awal, akan terjadi apabila para
siswa memilki pengenalan kosakata sebanyak kira-kira 500 kata, dan 3).
Kemunculan ujaran (timbulnya tuturan), terjadi setelah fase produksi ujaran
awal (Tarigan, 1986:253).
8. Belajar Bahasa Masyarakat
Belajar Bahasa
Masyarakata (Community Language Learning) adalah sebuah pendekatan dalam pengajaran bahasa
yang memberi penekanan pada peranan ranah afektif dalam mempromosikan belajar
kognitif. Community Language Learning atau bisa juga disebut Counseling-Learning
dikembangkan oleh Charles Curran (1976) berdasarkan teknik-teknik yang dipinjam
dari penyuluhan psikologis. Yang menjadi premis teoritis dasar bagi pendekatan
ini ialah bahwa insan secara individual membutuhkan pemahaman dan bantuan dalam
proses pemenuhan nilai-nilai dan tujuan-tujuan pribadi (Tarigan, 1986:255). Guru
perlu memerhatikan kebutuhan individual dari para siswa serta apa
ketakutan-ketakutan atau masalah-masalah siswa dalam pembelajaran. Dengan
membangkitkan perasaan diterima oleh lingkungan (sense of community)
dalam diri siswa maka guru bisa mengarahkan energi positif siswa pada
pembelajaran bahasa.
Ciri utama
pendekatan BBM antara lain:
a.
guru bertindak sebagai “knower/councelor”,
b.
guru menyediakan bahasa yang dibutuhkan
siswa untuk mengekspresikan diri,
c.
kelas terdiri dari enam sampai duabelas
pelajar yang duduk dalam suatu lingkaran kecil deng seorang atau dua orang guru
yang berdiri di luar lingkaran dan siap membantu.
d.
teknik-teknik dipakai dapat mungkin mengurangi
kegelisahan dalam kelompok dan meningkatkan pengekspresian gagasan dan perasaan
secara bebas.
Dalam
metode ini terdapat lima tahap belajar (Tarigan, 1986:255-256), yaitu:
Tahap 1. Para
siswa membuat pernyataan-pernyataan dengan suara nyaring dalam bahasa ibu
mereka, dengan bantuan guru dalam penerjemahannya.
Tahap 2. Tahap
kedua ini dikenal sebagai “tahap swa-asertif” atau “self-assertive
stage”, siswa mengatakan apa yang ingin dikatakan tanpa bantuan guru.
Tahap 3. Dalam
“tahap kelahiran” ini, para siswa meningkatkan kemandirian mereka dan
berbicara dalam bahasa sasaran tanpa terjemahan, kecuali jika siswa lain memintanya
atau memerlukannya.
Tahap 4. Tahap
ini disebut “tahap remaja” atau “tahap pembalikan”. Dalam tahap
ini sang pelajar menjadi cukup kuat menerima umpan balik korektif dari sang
guru dan/atau dari anggota kelompok lainnya.
Tahap 5. “Tahap
Kemerdekaan” ini ditandai oleh interaksi bebas antara para siswa dengan
(para) guru. Setiap orang memberikan koreksi dan perbaikan stalistik dalam
semangat kelompok.
Keunggulan
metode ini adalah bahwa bahasa dipakai dalam konteks bagi interaksi personal (personal
interaction). Sementara kelemahan metode ini adalah bahwa metode ini hanya dapat dipakai untuk
kelompok kecil saja, dibutuhkan guru yang terampil dalam bidang linguistik, percakapan
kerapkali terasa dipaksakan atau terasa kaku, atau sebaliknya terasa muluk-muluk
dan tidak wajar.
9. Cara Diam
Metode
Cara Diam atau The Silent Way yang diperkenalkan oleh Gattegno ini dalam
orientasinya dapat diklasifikasikan sebagai kognitivis. Dalam pandangan
Gattegno, pikiran merupakan agen, wali, atau perantara aktif yang mampu
membangun kriteria intinya sendiri buat belajar. Ketiga kata kunci filisofi
yang berada di belakang pendekatan ini adalah kebebasan (independence),
otonomi (autonomy), dan pertanggungjawaban (responsibility).
Metode Cara Diam beranggapan bahwa para pelajar bekerja dengan sumber-sumber
dalam diri mereka (yaitu struktur kognitif yang ada, pengalaman, perasaan,
pengetahuan mengenai dunia, dsb) (Tarigan, 1986:257).
Dalam metode ini
siswa tidak diminta untuk merespon stimulus-stimulus dalam lingkungan seperti
pada orientasi audio-lingual tetapi didasarkan pandangan bahwa pembelajar dapat
mengembangkan kriteria yang mereka buat sendiri untuk belajar bahasa tanpa
perlu diberi materi bahasa secara langsung atau secara "silent",
hening, tanpa suara.
Dalam metode Silent Way, guru biasanya menggunakan
Cuisenaire rods atau batangan-batangan berwarna. Guru mengajarkan kosakata
dasar dan sedikit aturan tatabahasa lalu siswa belajar untuk mengucapkan kata
rod dan angka-angka, ditambah kata sifat, kata kerja, konjungsi, pronomina dan
adverb.
Stevick
mengemukakan lima prinsip dasar atau cirri utama metode Cara Diam, yaitu:
a. mengajar haruslah merupakan bawahan (subordinasi)
belajar,
b.
belajar
bukanlah merupakan tiruan atau latihan,
c.
dalam
belajar, pikirn memperlengkapi dirinya dengan karyanya sendiri, mencoba-coba (trial
and error), eksperimentasi yang disengaja, menunda keputusan, dan merevisi
konklusi (atau memperbaiki kesimpulan).
d.
dalam
pelaksanaannya, pikiran menarik atau mengambil segala sesuatu yang sudah pernah
diperolehnya, terutama sekali pengalamannya dalam belajar bahasa ibu.
e. pengajar atau guru harus berhenti mencampuri atau campur
tangan dan mengarahkan atau membelokkan kegiatan sebelumnya (Stevick,
1980:137).
Pakar
lain, yaitu Karambelas, mengutarakan teknik-teknik dan prinsip-prinsip metode
Cara Diam sebagai berikut: 1). Menghindari mengulangi contoh ucapan guru,
karena tidak perlu, 2). Mengenali dan memahami bahan pelajaran melalui
pemakaian dan praktek dalam konteks, 3). Perbikan atau koreksi jarang dilakukan
guru, 4). Pekerjaan lisan diikuti oleh praktek menulis, 5). Pelajar
bertanggungjawab terhadap kegiatan belajar mereka sendiri.
Metode
ini barangkali lebih terkenal karena penggunaan balok-balok berwarna, yang
disebut balok-balok Cuisenaire, untuk mengajarkan struktur-struktur dasar
bahasa. Seperangkat kartu-kartu fonetik dan kata yang berupa balok berwarna
juga merupakan bahan penting bagi kelas yang menerapkan metode Cara Diam.
Keunggulan metode ini
antara lain: dapat menstimulasi penghipotesisan kaidah; bahasa dipelajari dalam konteks situasional. Sedangkan kelemahan
metode ini adalah: hanya dapat dipraktekkan pada kelompok kecil; dibutuhkan
guru yang terampil; situasinya amat sibuk dan berat bagi para siswa; sukar
membuat ucapan yang tepat tanpa model atau contoh yang baik; dan tiadanya model
bahasa yang baik jusru membatasi perkembangan yang baik, sehingga tidak jarang
berada di bawah tingkat pemula (Steinberg, 1986:192).
10. Sugestopedia
Metode
Sugestopedia adalah metode pengajaran yang menggunakan teknik-teknik relaksasi
dan konsentrasi untuk merangsang pembelajar agar menggunakan daya pikir bawah
sadarnya untuk menambah kemampuannya mengingat lebih banyak kosakata dan
struktur (Lazanov dikutip Ghazali, 2010:100). Ciri utama dari pendekatan ini
adalah penciptaan suasana pembelajaran yang "sugestif",
merangsang pikiran bawah sadar dengan menggunakan cahaya yang lembut, musik
barok, tempat duduk yang nyaman, dan teknik-teknik dramatis yang dilakukan guru
untuk menyajikan materi bahasa.
Kegiatan pengajaran dengan metode ini terdiri dari tiga
bagian, yaitu:
a.
pertama,
siswa membaca materi pelajaran sebelumnya melalui percakapan, permainan atau
skit (drama humoris yang pendek).
b.
berikutnya,
bahan baru disajikan melalui dialog-dialig panjang yang didasarkan pada situasi
nyata. Tahap ini diikuti dengan "active concert" dan "passive
concert".
c.
sesi
ketiga disebut fase aktivasi (activation phase). Pada tahap ini
diberikan penguatan terhadap materi baru yang sudah dipelajari pada fase kedua.
Agar metode Lozanov dapat dipraktekkan atau diterapkan
secara efektif, diperlukan tiga unsur penting (Tarigan, 1986:263), yaitu:
- ruang kelas yang menarik atau atraktif (dengan cahaya yang lembut) dan suasana kelas yang menyenagkan;
- guru yang berkepribadian dinamis yang mampu memerankan bahan dan memotivasi belajar para siswa; dan
- para siswa yang dapat siap-siaga dalam kesantaian (Bancroft 1978:172; Krashen, 1986:143-144).
Kelemahan metode ini antara lain: hanya dapat digunakan
bagi kelompok kecil, menjengkelkan dan
menggelisahkan bagi orang-orang yang tidak menyukai Hayden dan penggubah lagu
klasik lainnya; biayanya terlalu mahal; belum ada ketentuan dan persiapan bagi
tingkat-tingkat menengah dan lanjutan (Steinberg, 1986:193); membuat pemahaman
membaca dan menyimak terlalu terbatas; dan bahan masukan secara pedagogis
dipersiapkan terlalu bersifat eksklusif (Omagio dikutip Tarigan, 1986:264).
III. SIMPULAN
Metode
pengajaran adalah pola-pola tindakan pembelajaran yang dirancang untuk mendapatkan hasil pembelajaran tertentu.
Beberapa metode pengajaran bahasa antara lain metode terjemahan tata bahasa,metode
langsung, metode audio lingual,
pendekatan kognitif, pendekatan ganda, responsi fisik total, pendekatan
alamiah, belajar bahasa masyarakat,
cara diam, sugestopedia.
Tiap-tiap metode pengajaran bahasa memiliki beberapa keungulan selain
kekuranga-kekurangan.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur, 1986. Pengajaran Pemerolehan
Bahasa. Bandung: Angkasa
Ghazali, Syukur, 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa
dengan Pendekatan Komunikatif-Interaktif. Bandung: PT Refika Aditama
Roekhan-Nurhadi, 1990. Dimensi-dimensi dalam
Pembelajaran Bahasa Kedua. Bandung: Sinar Baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar