I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seirama
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dewasa ini, telah ada
beberapa usaha untuk memberikan realisasi pengetahuan tentang dunia yang
konvensional atau tidak berubah-ubah, sebagai dasar penafsiran wacana.
Realisasi ini terdapat pada pendekatan komputasional pemahaman wacana, terutama
dipakai untuk menjelaskan tipe informasi yang dapat diramalkan oleh penulis
atau penutur, serta dapat digunakan pembaca atau pendengar jika situasi itu
dideskripsikan.
Dalam
mendiskripsikan situasi tertentu tersebut dapat tergambar dalam situasi
berikut: “ada adegan di rumah makan”, penulis atau penutur tidak perlu
memberitahukan kepada pembaca atau pendengar tentang adanya meja dan kursi di
rumah makan itu. Dari realisasi pengetahuan ini, segi-segi konvensional situasi
dapat dianggap unsur-unsur yang tak hadir (default ellernt), unsur-unsur ini
harus dianggap ada, meskipun tidak disebutkan. Salah satu ciri realitas
pengetahuan semacam ini adalah disusunnya pengetahuan tersebut dalam ingatan
dengan cara yang tetap, sebagai satuan yang lengkap dan tak berubah-ubah.
Penekanan
pada penyimpangan pengetahuan tentang dunia sangat jelas pada pendekatan
komposiona pemahaman wacana. Untuk melengkapi komputer dengan pengetahuan latar
belakang yang diperlukan untuk memahami wacana, banyak yang bekerja dengan
intelegasi buatan yang berusaha menciptakan struktur-struktur data yang luas
dan tetap. Bagi para penyelidik intelegasi tertentu, adalah membuat
struktur-struktur pengetahuan yang dikhususkan untuk mengatasi wacana yang
memerlukan jenis pengetahuan tertentu.
Salah
satu pendapat yang keliru dan tetap ada dalam analisis bahasa adalah kita
memahami arti pesan bahasa hanya berdasarkan kata-kata dan struktur kalimat
yang di pakai untuk menyampaikan pesan itu. Padahal di samping pengetahuan
tentang struktur-struktur kalimat, kita juga mempunyai pengetahuan tentang format-format
standar lain untuk menyampaikan informasi selain itu juga mengandalkan suatu
asas, walaupun mungkin tidak ada sambungan bahasa formal yang menghubungkan
uraian bahasa yang berdekatan, kenyataan letaknya yang berdekatan menyebabkan
kita menafsirkan sebagian hubungan.
Dengan
demikian penulis merasa sangat perlu untuk membahas masalah skemata, skrip, dan skenario di dalam makalah
ini. Di samping masalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh Ibu Dr. Sakdiah
Wati, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Tata Bahasa Indonesia Lanjut pada
Pascasarjana Universitas PGRI Palembang.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, dapatlah dirumuskan permasalahan dengan makalah ini
sebagai berikut :
a.
Bagaimanakah Inferensi;
skemata, skrip, dan skenario ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mendiskripsikan tentang inferensi; skemata, skrip, dan
skenario.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Skemata,
Skrip dan Skenario
2.1.1 Skemata
Suatu bidang studi wacana sudah kita bicarakan yang
berhubungan dengan gramatika cerita yang disitu dipergunakan keberadaan tipe skema tertentu. Bagi para
pendukung gramatika cerita, ada skema cerita yang ditentukan dengan dasar sosial
budaya, dengan struktur konvensional yang tetap dan mengandung sperangkat
unsure yang tetap. Salah satu dari unsur-unsur itu adalah ‘latar’ dan kalimat
permulaan cerita yang sederhana (misalnya, All was quiet at the 701 Squadron
base al Little Baxton) dapat menjadi contoh unsur latar itu. Perlu dikemukakan bahwa,
meskipun cerita yang sederhana mungkin mencontohkan banyak unsur dalam skema
cerita, tidak dikemukakan bahwa cerita itu ada skemanya. Tetapi, orang-oranglah
yang mempunyai schemata (skema-skema) yang mereka gunakan untuk membuat dan
memahami cerita-cerita sederhana, antara banyak hal lain
Skemata dikatakan sebagai ‘struktur-struktur
pengetahuan tingkat tinggi yang kompleks bahkan konvensional atau tetap, dalam
menyusun dan menafsirkan pengalaman. Dalam pandangan yang tajam, skemata
dianggap sebagai deterministis, menjadikan orang yang mengalami cenderung untuk
menafsirkan pengalamannya dengan cara yang tetap. Ingat saja akan prasangka
rasial, misalnya,
sebagai manifestasi suatu cara berpikir yang tetap tentang individu-individu
yang baru dijumpai dan dianggap mempunyai atribut-atribut dan motif-motif yang
tak diinginkan berdasarkan skema yang ada bagi anggota-anggota ras. Mungkin ada
juga skemata deterministis yang kita gunakan bilamana kita sudah akan
menghadapi tipe-tipe wacana tertentu, seperti dibuktikan pada penggalan
percakapan berikut ini.
1. A.
There’s party political broadeast coming on-do you want to watch itu ?
B. No-switch it off – I know
what they’re going to say ready
Akan tetapi,
pandangan umum yang dipegang mengenai skemata dalam analisis wacana jauh lebih
lemah. Bukan batas-batasan deterministis mengenai bagaimana kita harus
menafsirkan wacana, skemata dapat dilihat sebagai pengetahuan latar belakang yang
teratur rapi dan yang menyebabkan kita menduga atau
meramalkan segi-segi dalam penafsiran wacana. Sebenarnya, Tannen dalam Brown
1997: 247 memakai deskripsi struktur-struktur dugaan untuk menandai pengaruh
skemata pada pemikiran kita,
ada juga bukti bahwa dugaan-dugaan seperti itu mempengaruhi tipe wacana apa
yang kita buat. Setelah menonton film (tanpa dialog), sekelompok subyek Amerika
mendiskripsikan dengan sangat terperinci peristiwa-peristiwa sebenarnya tentang
film itu dan teknik-teknik pembuatan film apa yang telah dipakai. Berbeda
dengan itu, sekelompok
subyek Yunani membuat cerita-cerita panjang lebar dengan peristiwa-peristiwa
tambahan dan keterangan yang terperinci tentang motif-motif dan
perasaan-perasaan tokoh-tokoh dalam film itu. Latar belakang budaya yang
berbeda dapat menghasilkan skemata yang berbeda untuk mendeskripsikan
peristiwa-peristiwa yang disaksikan.
Namun, menurut
Anderson dalam Brown, 1996: 248 hal itu tidak disebabkan oleh latar belakang budaya saja, melainkan
memberikan teks yang disusun, sebagian diulangi seperti (8), kepada sekelompok
mahasiswi yang merencanakan suatu karir dalam pendidikan musik dan juga kepada
sekelompok mahasiswa dari kelah olahraga angkat berat. Kedua kelompok itu
mempunyai latar belakang yang sangat serupa, tetapi kiranya diramalkan berbeda
minat-minat mereka.
(8) Every Saturday night, four
good friends get together. When Jerry, Mike, and Pat arrived, Karen was sitting
in her living room writing some notes. She quickly gathered the cards and stood
up to greet her firends at the door. They followed her into the living room but
as usual they couldn’t agree on exactly what to play. Jerry eventually took a
stand and set things up. Finally, they begin to play. Karen’s recorder filled
the room with soft ang pleasent music. Early in the evening, Mike noticed Pat’s
hand ang the many diamonds...
(Anderson dalam Brown, 1996: 248)
Pembaca tentu telah
mengaktifkan ‘skema’ analisis wacana tertentu pada saat ini dan mempunyai
dugaan-dugaan bahwa kelompok putri itu dengan minat terhadap musik akan
menafsirkan tulisan di atas sebagai mendeskripsikan suatu malam musikal. Inilah
tepatnya yang dilihat Anderson dan rekan-rekan. Mereka juga menemukan bahwa
kelompok putra angkat berat lebih suka menafsirkan tulisan itu sebagai
mendiskripsikan beberapa orang yang bermain kartu dan alat-alat musik. Anderson
dkk, berpendapat bahwa riwayat pribadi orang, dan minat-minatnya (dan jenis
kelaminnya, barangkali) turut menciptakan ‘skemata tingkat tinggi yang
menyebabkannya ‘melihat’ pesan-pesan dengan cara tertentu’.
Baik Tannen maupun
Anderson memperoleh konsep ‘skema’ mereka dari tulisan-tulisan Bartlett.
Bartlett yakin bahwa ingatan kita akan wacana tidak berdasarkan reproduksi
murni,tetapi konstruktif. Proses konstruktif ini menggunakan informasi dari
wacana yang dijumpai bersama-sama dengan pengetahuan dari pengalaman masa lalu
yang berhubungan dengan wacana yang dihadapi, untuk membentuk realisasi mental.
Menurut pendapat Bartlett, pengalaman maa lalu itu tidak mungkin berupa
kumpulan peristiwa dan pengalaman sendiri-sendiri berturut-turut, tetapi pasti
teratur dan dapat dikuasai yang telah lalu bekerja sebagai massa yang teratur
dan bukan sekelompok unsur yang masing-masing mempertahankan sifatnya yang
khusus. Yang memberi struktur kepada massa yang teratur itu adalah skema, yang
oleh Bartlett tidak dikemukakannya sebagai suatu bentuk penataan, tetapi
sebagai sesuatu yang tetap ‘aktif’ dan ‘berkembang’. Ciri ‘aktif’ inilah yang
digabungkan dengan pengalaman pada sebuah wacana tertentu, menyebabkan
proses-proses konstruktif dalam ingatan. Subyek yang oleh Bartlett, dideskripsikan
mengingat kembali cerita tentang ‘two young men going down a river to hunt
seals’ sebagai ‘two brothers going on a pilgrimage’ dengan aktif telah menyusun
wacana yang diinginkan.
Segi ‘aktif’
skemata yang dikemukakan Bartlett ini umumnya tidak merupakan ciri
realisasi-realisasi (mis,kerangka) pengetahuan lain yang telah kita amati.
Beberapa penulis lain juga memakai istilah ‘skemata’, tetapi segi ‘aktif,
berkembang’ tidak dimajukan. Misalnya, Rumelhart & Ortony mengemukakan
bahwa ‘skemata merupakan bentuk-bentuk konsep yang tak berubah-ubah’. Mereka
mengajukan skema bagi FACE yang ada subskematanya bagi, EYE, MOUTH, dsb., yang
rupanya banyak persamaanya dengan ciri-ciri gatra dan pengisi pada kerangka. Skemamereka
untuk FACE mungking sebaik-baiknya dideskripsikan sebagai prototipe bagi
berbagai obyek manusia yang disebut ‘faces’ (wajah-wajah), engan cara yang
boleh dikatakan sama dengan yang dikemukakan oleh Roseh dalamBrown, 1996: 249,
bahwa realisasi-realisasi prototipe bagi kategori-kategori alami dan semantis
seperti ‘tree’ dan ‘bird’. Dipandang ddengan cara ini, skema adalah ‘struktur
data’ yang tetap. Memang, Rumelhart & Ortony mengusulkan skmata untuk
pengetahuan bahasa yang sangat serupa dengan kerangka-kerangka bahasa Minsky.
Mereka mengemukakan agar skema GIVE mempunyai tiha variabel, giver, gift an
recipient (pemberi, yang diberikan, dan penerima) yang analogis dengan
‘kasus-kasus’ yang dideskripsikan oleh Fillmore. Dengan jelas mereka
menunjukkan bahwa skemata mempunyai bentuk-bentuk yang tetap dan mengandung
unsur-unsur yang tetap pula.
Mungkin, tentu saja,
pengetahuan latar belakang kita diatur dan disimpan dengan skemata yang tetap,
bersama dengan struktur-struktur skematis lain tertentu yang lebih luwes. Dengan
cara apapun direalisasikannya. Skemata rasanya memberikan kepada penganalisis
wacana suatu cara untuk menjelaskan pembuatan dan pemahaman wacana yang tidak terjadi
ab initio (sejaki awalnya) pada setiap
kesempatan. Seperti kerangka, skrip, dan skenario, skemata merupakan sarana
realisasi pengetahuan latar belakang yang kita gunakan, dan kita anggap
orang-orang lain dapat menggunakannya juga, pada waktu membuat dan menafsirkan
wacana.
Masalah-masalah
yang kita perhatikan pada kerangka, skrip, dan skenario, bagaimanapun yang kita
perhatikan pada realisasi-realisasi skematis. Pemilihan dan pemanduan skemata
dalam prosesan sebuah teks yang tidak disusun seperti misalnya ada sesuatu yang
menimbulkan masalah pengaturan yang besar. Berdasarkan usulan-usulan dalam
tulisan-tulisan dan buku-buku mengenai bagaimana pengetahuan mungkin
direalisasikan, penelitian pada waktu yang akan datangharus ditujukan kepada
rancangan heuristik bagi pemilihan (seleksi), pads kesempatan tertentu,
realisasi sebagian (dan tidak lebih) yang relevan
yang diperlukan untuk penafsiran lokal penggalan-penggalan wacana. Dengan
demikian, penelitian ini nanti mesti juga harus merancang pengaturan
peristiwa-peristiwa ‘aneh’ yang meskipun begitu tetap cocok dengan format yang
tak berubah-ubah. Jika sistem pemahaman memutuskan bahwa John makan daging
panggang sesudah membaca teks yang berikut, maka sistem itu telah gagal untuk
‘memahami’ apa yang oleh kebanyakan pemeroses manusia dipahami mengenai
skenario rumah makan tertentu ini.
2. John
is pretty crazy, and sometimes does strange things. Yesterday he went to
Sardi’s for dinner.he sat down examined the menu ordered a steak, and got up
and left.
2.1.2 Skrip
Pengertian skrip
dikembangkan lewat analogi dengan kerangka Minsky, tetapi ‘dikhususkan untuk
menangani rangkaian-rangkaian peristiwa (Schank & Abelson dalam Brown,
1983: 241). Konsep skrip dipakai oleh Abelson untuk menyelidiki hubungan antara
sikap dan perilaku tetapi, bilamana diterapkan pada pemahaman teks, ini
mencakup analisis tertentu mengenai pemahaman bahasa yang disarankan oleh
Schank dalam Brown, 1983: 241 sebagai ketergantungan konseptual.
Schank mulai
merealisasikan arti kalimat-kalimat berdasarkan konsep dengan memberikan,
kepada setiap kalimat, suatu jaringan ketergantungan konseptual yang disebut diagram-C. Diagram-C mengandung konsep-konsep
yang masuk ke dalam hubungan-hubungan yang dideskripsikan sebagai ketergantungan-ketergantungan.
Ada sistem primitif semantis yang sangat terperinci, tetapi dapat dikuasai,
untuk konsep-konsep dan anak-anak panah yang diberi untuk
ketergantungan-ketergantungan, untuk pembicaraan yang terperinci kita hanya
akan memperhatikan salah satu kalimat Schank dan versi tanpa diagram
konseptualisasinya yang mendasari kalimat itu contoh-contoh (10) dan (10a)
3. John
are the ice cream with a spoon
10a. John ingested the ice
cream by tansing the ice cream on a spoon to this mou5th.
(Kata ‘transing’ dipakai
disini dan berarti ‘physically transferring’, untuk pembicaraan yang lebih
lengkap.
Salah satu manfaat
pendekataan Schank seharusnya segera menjadi jelas. Pada versi ‘konseptual’
(10a) dan kalimat (10), ia telah merealisasikan sebagian dan pemahaman kita
terhadap kalimat yang tidak eksplisit pada kalimat di atas kertas, bahwa
perbuatan yang dideskripsikan pada (10) dimungkinkan dengan ‘getting the ice
cream and in mouth in contact’. Dengan demikian, Schank menggabungkan segi pengetahuan
kita tentang dunia dengan usahakita untuk memahami kalimat (10) menurut versi konseptualnya,
yang tidak mungkin seandainya analisis hanya dilakukan dengan unsur-unsur
sintaksis dan leksikal dalam kalimat.
Dalam perkembangan
analisis konseptual kalimat, Riesbeck & Schank mendeskripsikan cara kita
memahami apa yang kita atau dengar yang begitu banyak ‘berdasarkan dugaan’.
Artinya, apabila kita membaca contoh (11), sangat kuat dugaan kita tentang apa
yang, secara konseptual akan ada pada posisi x.
4. John’s
car crashed into a guard-rail.
When the ambulance came, it
took John to the x.
Riesbeck &
Schank menunjukkan bahwa dugaan-dugaan kita, konseptual dan tidak leksikal, dan
bahwa perwujudan-perwujudan leksikal yang berbeda pada posisi x. (misalnya
hospital, doctor, medical centre, dsb) semuanya akan cocokdengan dugaan-dugaan
kita. Bukti bahwa orang-orang adalah ;pengurai-pengurai kalimat teks
berdasarkan dugaan’ adalah kenyataan bahwa kita dapat berbuat salah dalam
meramalkan apa yang kan menyusul kemudian. Contoh : John was
on his way to school, yang pertama-tama menandakan
bahwa Johnadalah anak sekolah, kemudian, bahwa ia guru merupakan gambaran yang
baik mengenai hal ini. Riesbeck & Schank memberikan contoh berikut :
5. A.
We went on a hunting expeition
B. We shot two bucks
Dalam mengkonseptualkan ‘teks’
ini, kita pasti membawa senapan, pulru, dan binatang yang mati. Kita menduga
teks akan diteruskan dengan keadaan pikiran seperti itu. Tetapi, apabila sampai
pada kalimat ketiga, (12c), akan ternyata bahwa ramalan kita salah dan kita
harus kembali serta mengubah konseptualisasi kita.
C. That was all the money we had
Dalam menganalisis
cerita, Riesbeck & Schank melengkapi analisis konseptualnya dengan sarana
pemahaman yang lebih umum dan mendeskripsikan sebagai Skrip, yang fungsinya serupa dengan
kerangka Minsky, apabila kerangka umumnya dianggap sebagai perangkat fakta yang
pada dasarnya stabil tentang dunia, skrip adalah dalam ‘memahami’ cerita-cerita
surat kabar tentang kecelakaan mobil. Bukti ‘dipahaminya’ cerita-cerita semacam
itu oleh komputer melalui prosedur penerapan skrip diberikan dengan kemampuan
menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang cerita. Ketika diberi cerita pada (13),
komputer dapat menjawab untuk pertanyaan-pertanyaanyang menyusul. Ingatlah
bahwa jawaban untuk pertanyaan 1 mengharuskan mesin itu memutuskan bahwathe passenger dan David Hall adalah individu yang sama dan
bahwa jawaban pertanyaan 2 adalah hasil penyimpulan bahwa jika seseorang
dirawat dan dilepas dari rumah sakit, maka ia hurt
atau slightly injured.
6. Friday
evening a car swerved off Route 69. The vehicle struck a tree. The passenger, a
New Jersey man, was killed. David Hall, 27, was pronounced dead at the scene by
Dr. Dana Blanchard, medical examiner. Frank Miller, 32 of 593 Foxon Rd, the
driver, was taken to Milford Hospital by Flanagan Ambulance. He was treated and
released.
Q1 : Was anyone Killed ?
A2 : YES, DAVID HAL, DIED
Q2 : Was anyone hurt ?
A2 : YES, FRANK MILLER WAS SLIGHTLY INJURED
Jawaban-jawaban itu
tampaknya mrngkin sangat kurang mengenai bagi pemahaman manusia, namun kiranya
itu tidak merupakan produk biasa dari suatu analisis yang dilakukan hanya
berdasarkan sintaksis dan leksis kalimat-kalimat dalam teks. Secara sederhana
saja, dalam teks tidak diterangkan bahwa Frank Miller luka, jadi bagaimanakah
komputer (atau pemroses lain apa saja) bisa mengetahui hal ini ? Hal ini
menggunakan subperangkat pengetahuan
yang terbatas tentang dunia yang diterapkan pada teks yang dihadapinya Riesbeck
& Schank dalam Brown, 1996 : 249 berpendapat bahwa kita berbuat begitu juga
dan bahwa analisis mereka yang berdasarkan dugaan memberikan teori yang praktif
tentang cara manusia memproses bahasa alamiah.
Kritik tentang pertanyaan-pertanyaan Schank dan
rekan-rekannya mungkin dapat dibuat dengan dasaryang sama dengan yang dilakukan
terhadapMinsky, seperti kami sampaikan sebelum ini. Yaitu jika skrip-skrip itu
berupa rangkaian-rangkaian peristiwa yang tak berubah-ubah, lalu apakah
kecelakaan mobil yang begitu-begitu saja perlu dideskripsikan juga, karena kita
sudah memiliki informasi itu dalam skrip-skrip kita ? masalah skrip
idiosinkratis, misalnya, Schank ditanya putrinya apakah ia mau diberi gantungan
kunci baru yang cocok untuk mobil barunya disinggung tetapi tidak dibicarakan
lebih lanjut. Tentu saja mungkin bahwa ketika kita semua memiliki skrip-skrip
idiosinkratis lebih dari yang tidak berubah-ubah (stereotipe).
Suatu kritik yang khusus dan serius sekali mengenai
teori ketergantungan konseptual Schank dalam Brown, 1996: 249 menjelaskan
syarat bagi purnabentuk konseptualisasi sebagai berikut :
Diagram
C yang hanya mengandung informasi yang direalisasikan dengan kalimat secara
konseptual tidak akan purnabentuk. Jadi, konseptualisasi baru lengkap setelah
semua kasus konseptual yang diperlukan oleh tindakan dieksplisitkan.
Syarat seperti itu merupakan resep konseptualisme
yang tak ada akhirnya. Jika John’s mouth kita
masukkan ke dalam konseptualisasi kalimat (10), yang dikutip terdahulu pada bab
ini, apakah kita tidak memasukkan juga John’s hand, his fingers, his arm muscles, his
throught processes,
dan seterusnya agar sampai pada konseptualisasi yang lengkap ? Inilah kritik
yang sungguh-sungguh dan menimbulkan masalah yang pada hakikatnya ada bagi
setiap usaha untuk menggabungkan pengetahuan dunia dalam memahami wacana. Dapat
kita lihat bagaimana pengetahuan tertentu di luar bahasa terlibat dalam usaha
kita untuk memahami, atau konseptualisasi kita tentang, kalimat-kalimat dan
dapat kita sarankan cara-cara menggabungkan pengetahuan itu dalam analisis
kita, yang menyulitkan kita adalah membatasi pengetahuan itu pada
perincian-perincian yang relevan saja dan diperlukan untuk memahami kalimat
tertentu pada kesempatan-kesempatan tertentu. Masalah yang amat jelas bagi
teori Schank adalah menemukan cara yang berperinsip untuk membatasi perluasan setiap analisis yang
menggabungkan pengetahuan di luar bahasa dalam menjelaskan pemahaman data
bahasa.
Meskipun asas-asas teoritis yang terlibat dalam
pemakaian skrip-skrip secara umumdkritik begitu, ada suatu penelitian empiris
yang telah menunjukkan bahwa menganggap skrip-skrip sebagai bentuk-bentuk
perbuatan yang tak berubah-ubah bagi pengetahuan orang-orang tentang
kegiatan-kegiatan rutin dapat menunjukkan hasil-hasil eksperimental yang
mendukung pandangan-pandangan Schank dan rekan-rekannya. Bower mendapati bahwa
ketika mereka minta kepada para subyek untuk mengingat kembali teks-teks yang
menyangkut kegiatan-kegiatan rutin (misalnya, Pergi ke Rumah Makan, Belanja di
Toko Makanan danMinuman, Pergi Memeriksa ke Dokter), para subyek itu cenderung mengacaukan
dalam ingatan mereka perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam teks dan perbuatan-perbuatan
yang terkandung dalam ‘skrip’. Mereka juga mendapati bahwa, apabila diberi
teks-teks yang campur aduk yang menyebabkan perbuatan-perbuatan skrip tidak
dapat diduga urutannya, para subyek mengingat kembali teks-teks itu melalui
perbuatan-perbuatan skrip dengan urutan yang dapat diterima. Kemudian, ada
suatu bukti bahwa konsep skrip mungkin mempunyai validitas psikologis tertentu.
Selain fungsinya sebagai sarana penyusunan dalam menyimpan data komputer. Bukti
selanjutnya diberikan oleh Sanford & Garrod yang mendasarkan pengertian skenario mereka terutama pada konsep skrip Schank.
2.1.3 Skenario
Sanford & Garrod dalam Brown, 1996 : 245
memilih istilah skenario untuk menafsirkan ‘medan referensi luas’ yang
digunakan untuk menafsirkan teks-teks tertulis, karena seseorang dapat
membayangkan pengetahuan tentang latar dan situasi sebagai berupa skenario
interpretatif di belakang teks. Tujuan mereka adalah ‘membentuk validitas
perkiraan skenario sebagai teori psikologis’ yang berlawanan dengan teori
Kintsch yang berdasarkan proposisi. Menurut pendekatan berdasarkan proposisi,
keberadaan a waiter,
misalnya, dalam realisasi mentalpada pembaca setelah membaca teks tentang Going to a Restaurant, sepenuhnya tergantung kepada apakah
seorang pramusaji secara eksplisit disebutkan dalam teks. Menurut perkiraan
skenario, teks tentang Going to a Restaurant secara otomatis memasukkan gatra a waiter ke dalam realisasinya. Sebagai bukti
bahwa gatra-gatra ‘peranan’ tertentu diaktifkan dalam skenario-skenario,
Sanford & Garrod menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan besar tercatat dalam
lamanya membaca kalimat-kalimat sasaran dengan dua kondisi berikut :
7.
a.
Title : In court
Fred was being questioned
He had been accused of murder
Target : The lawyer was trying to prove his
innocence
a. Title : Telling a Lie
Fred was being questioned
He could’nt tell the truth ‘
Target : The lawyer was trying to prove his
innocence
Pada
kondisi a, dengan diaktifkannya skenario in court, kalimat sasaran yang di situ terdapat The lawyer jauh lebih cepat dibacanya dari pada
kondisi b yang disitu skenario tak spesifik yang diaktifkan.
Sanford & Garrod menegaskan bahwa keberhasilan
pemahaman berdasarkan skenario tergantung kepada efektifnya pembuatan teks
dalam mengaktifkan skenario-skenario yang tepat. Mereka menunjukkan bahwa untuk
memancing skenario, sebuah teks harus merupakan deskripsi sebagian (partial description) yang spesifik mengenai unsur skenario
itu sendiri Hal-hal ini dan struktur contoh-contoh pada (14) memberikan dukungan
kepada pandangan kami, bahwa penahapan yang efektif, terutama tematisasi,
memudahkan pemrosesan teks. Salah satu fungsi tematisasi pada tingkat teks
boleh jadi untuk mengaktifkan realisasi skenario tertentu bagi pembaca.
Kami ingin menegaskan bahwa peryataan-pernyataan
Sanford & Garrod berhubungan dengan mudahnya atau cepatnya teks-teks yang
berdasarkan skenario yang padu dan dapat diproses. Mereka tidak berpendapat
bahwa teks yang untuk itu tidak dapat diproses. Pendekatan mereka yang
berdasarkan skenario kiranya akan menghadapkan mereka pada masalah yang sama
saja banyaknya dengan pendekatanyang berdasarkan kerangka jika diterapkan pada
teks. Pendapat mereka tentulah bahwa teks-teks seperti itu lama memprosesnya.
Kebanyakan materi teks yang dibicarakan Sanford
& Garrod berbentuk teks yang susunannya sangat pendek dirancang untuk
ratorium psikologi eksperimental. Sebenarnya, inilah ciri umum teks-teks yang
terdapat dalam buku-buku para ahli psikologi yang menyelidiki realisasi
pengetahuan. Meskipun Sanford & Garrod lebih suka dengan istilah
‘skenario’, mereka menunjukkan bahwa pengertian mereka tentang pemrosesan teks
yang melibatkan realisasi-realisasi pengetahun yang ada sebelumnya banyak
persamaannya dengan penyelidikan-penyelidikan lain yang disitu istilah skema
lebih umum dipakai. Jika ada perbedaan antara pemakaian kedua istilah itu,
rupanya adalah bahwa skenario itu tentang situasi yang khas/spesifik (At the
Cinema; In a Restaurant), sedangkan skema tipe realisasi pengetahuan yang jauh
lebih umum.
III.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Inferensi adalah proses yang dilakukan oleh pesapa
untuk memahami makna wacana yang tidak diekspresikan langsung dalam wacana.
Misalnya : Kasus orang yang mau meminjam uang kepadanya tetangganya, tetapi ia
malu untuk berkata langsung kepada orang-orangnya. Sehingga muncul kalimat
seperti ini. “Sebenarnya malu, tetapi saya memaksakan diri datang kesini, itu
tuh. Anak saya sudah dua hari ini panasnya tidak turun-turun, saya tidak tahu
harus bagaimana ? Ya begitulah, karena itu saya datang kesini.
Skemata adalah struktur data yang mewakili
konsep-konsep generik yang tersimpan dalam ingatan, pengetahuan yang dikemas
dalam satuan-satuan yang dapat memberikan kemudahan dalam memahami pengetahuan.
Atau pengetahuan tentang latar belakang yang teratur rapi dan yang menyebabkan
kita menduga atau meramalkan segi-segi dalam penafsiran wacana. Skrip merupakan
analogi yang khususkan untuk menangani rangkaian-rangkaian peristiwa, untuk
menyelidiki hubungan antara sikap dan perilaku, tetapi jika diterapkan pada
pemahaman teks, skrip mencakup analisis tertentu mengenai pemahaman teks.
Skenario adalah pengetahuan untuk mendiskripsikan medan referensi luas yang
digunakan untuk menafsirkan teks-teks tertulis, karena seseorang dapat
membayangkan pengetahuan tentang latar dan situasi sebagai skenario
interpretatif di belakang teks.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2003.Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Bali Pustaka
Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemah oleh
I.Sutikno: Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar