Jumat, 10 Februari 2012

Makalah Inferensi; skemata, skrip, dan skenario

I.                   PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Seirama dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dewasa ini, telah ada beberapa usaha untuk memberikan realisasi pengetahuan tentang dunia yang konvensional atau tidak berubah-ubah, sebagai dasar penafsiran wacana. Realisasi ini terdapat pada pendekatan komputasional pemahaman wacana, terutama dipakai untuk menjelaskan tipe informasi yang dapat diramalkan oleh penulis atau penutur, serta dapat digunakan pembaca atau pendengar jika situasi itu dideskripsikan.
Dalam mendiskripsikan situasi tertentu tersebut dapat tergambar dalam situasi berikut: “ada adegan di rumah makan”, penulis atau penutur tidak perlu memberitahukan kepada pembaca atau pendengar tentang adanya meja dan kursi di rumah makan itu. Dari realisasi pengetahuan ini, segi-segi konvensional situasi dapat dianggap unsur-unsur yang tak hadir (default ellernt), unsur-unsur ini harus dianggap ada, meskipun tidak disebutkan. Salah satu ciri realitas pengetahuan semacam ini adalah disusunnya pengetahuan tersebut dalam ingatan dengan cara yang tetap, sebagai satuan yang lengkap dan tak berubah-ubah.
Penekanan pada penyimpangan pengetahuan tentang dunia sangat jelas pada pendekatan komposiona pemahaman wacana. Untuk melengkapi komputer dengan pengetahuan latar belakang yang diperlukan untuk memahami wacana, banyak yang bekerja dengan intelegasi buatan yang berusaha menciptakan struktur-struktur data yang luas dan tetap. Bagi para penyelidik intelegasi tertentu, adalah membuat struktur-struktur pengetahuan yang dikhususkan untuk mengatasi wacana yang memerlukan jenis pengetahuan tertentu.
Salah satu pendapat yang keliru dan tetap ada dalam analisis bahasa adalah kita memahami arti pesan bahasa hanya berdasarkan kata-kata dan struktur kalimat yang di pakai untuk menyampaikan pesan itu. Padahal di samping pengetahuan tentang struktur-struktur kalimat, kita juga    mempunyai pengetahuan tentang format-format standar lain untuk menyampaikan informasi selain itu juga mengandalkan suatu asas, walaupun mungkin tidak ada sambungan bahasa formal yang menghubungkan uraian bahasa yang berdekatan, kenyataan letaknya yang berdekatan menyebabkan kita menafsirkan sebagian hubungan.
Dengan demikian penulis merasa sangat perlu untuk membahas masalah   skemata, skrip, dan skenario di dalam makalah ini. Di samping masalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh Ibu Dr. Sakdiah Wati, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Tata Bahasa Indonesia Lanjut pada Pascasarjana Universitas PGRI Palembang.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapatlah dirumuskan permasalahan dengan makalah ini sebagai berikut :
a.       Bagaimanakah Inferensi; skemata, skrip, dan skenario ?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendiskripsikan tentang inferensi; skemata, skrip, dan skenario.











II.                PEMBAHASAN


2.1  Skemata, Skrip dan Skenario
2.1.1  Skemata
Suatu bidang studi wacana sudah kita bicarakan yang berhubungan dengan gramatika cerita yang disitu dipergunakan keberadaan tipe skema tertentu. Bagi para pendukung gramatika cerita, ada skema cerita yang ditentukan dengan dasar sosial budaya, dengan struktur konvensional yang tetap dan mengandung sperangkat unsure yang tetap. Salah satu dari unsur-unsur itu adalah ‘latar’ dan kalimat permulaan cerita yang sederhana (misalnya, All was quiet at the 701 Squadron base al Little Baxton) dapat menjadi contoh unsur latar itu. Perlu dikemukakan bahwa, meskipun cerita yang sederhana mungkin mencontohkan banyak unsur dalam skema cerita, tidak dikemukakan bahwa cerita itu ada skemanya. Tetapi, orang-oranglah yang mempunyai schemata (skema-skema) yang mereka gunakan untuk membuat dan memahami cerita-cerita sederhana, antara banyak hal lain
Skemata dikatakan sebagai ‘struktur-struktur pengetahuan tingkat tinggi yang kompleks bahkan konvensional atau tetap, dalam menyusun dan menafsirkan pengalaman. Dalam pandangan yang tajam, skemata dianggap sebagai deterministis, menjadikan orang yang mengalami cenderung untuk menafsirkan pengalamannya dengan  cara yang tetap. Ingat saja akan prasangka rasial, misalnya, sebagai manifestasi suatu cara berpikir yang tetap tentang individu-individu yang baru dijumpai dan dianggap mempunyai atribut-atribut dan motif-motif yang tak diinginkan berdasarkan skema yang ada bagi anggota-anggota ras. Mungkin ada juga skemata deterministis yang kita gunakan bilamana kita sudah akan menghadapi tipe-tipe wacana tertentu, seperti dibuktikan pada penggalan percakapan berikut ini.
1.      A. There’s party political broadeast coming on-do you want to watch itu ?
B. No-switch it off – I know what they’re going to say ready
Akan tetapi, pandangan umum yang dipegang mengenai skemata dalam analisis wacana jauh lebih lemah. Bukan batas-batasan deterministis mengenai bagaimana kita harus menafsirkan wacana, skemata dapat dilihat sebagai pengetahuan latar belakang yang teratur rapi dan yang menyebabkan kita menduga atau meramalkan segi-segi dalam penafsiran wacana. Sebenarnya, Tannen dalam Brown 1997: 247 memakai deskripsi struktur-struktur dugaan untuk menandai pengaruh skemata pada pemikiran kita, ada juga bukti bahwa dugaan-dugaan seperti itu mempengaruhi tipe wacana apa yang kita buat. Setelah menonton film (tanpa dialog), sekelompok subyek Amerika mendiskripsikan dengan sangat terperinci peristiwa-peristiwa sebenarnya tentang film itu dan teknik-teknik pembuatan film apa yang telah dipakai. Berbeda dengan itu, sekelompok subyek Yunani membuat cerita-cerita panjang lebar dengan peristiwa-peristiwa tambahan dan keterangan yang terperinci tentang motif-motif dan perasaan-perasaan tokoh-tokoh dalam film itu. Latar belakang budaya yang berbeda dapat menghasilkan skemata yang berbeda untuk mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang disaksikan.
Namun, menurut Anderson dalam Brown, 1996: 248 hal itu tidak disebabkan oleh latar belakang budaya saja, melainkan memberikan teks yang disusun, sebagian diulangi seperti (8), kepada sekelompok mahasiswi yang merencanakan suatu karir dalam pendidikan musik dan juga kepada sekelompok mahasiswa dari kelah olahraga angkat berat. Kedua kelompok itu mempunyai latar belakang yang sangat serupa, tetapi kiranya diramalkan berbeda minat-minat mereka.
(8) Every Saturday night, four good friends get together. When Jerry, Mike, and Pat arrived, Karen was sitting in her living room writing some notes. She quickly gathered the cards and stood up to greet her firends at the door. They followed her into the living room but as usual they couldn’t agree on exactly what to play. Jerry eventually took a stand and set things up. Finally, they begin to play. Karen’s recorder filled the room with soft ang pleasent music. Early in the evening, Mike noticed Pat’s hand ang the many diamonds...
(Anderson dalam Brown, 1996: 248)
Pembaca tentu telah mengaktifkan ‘skema’ analisis wacana tertentu pada saat ini dan mempunyai dugaan-dugaan bahwa kelompok putri itu dengan minat terhadap musik akan menafsirkan tulisan di atas sebagai mendeskripsikan suatu malam musikal. Inilah tepatnya yang dilihat Anderson dan rekan-rekan. Mereka juga menemukan bahwa kelompok putra angkat berat lebih suka menafsirkan tulisan itu sebagai mendiskripsikan beberapa orang yang bermain kartu dan alat-alat musik. Anderson dkk, berpendapat bahwa riwayat pribadi orang, dan minat-minatnya (dan jenis kelaminnya, barangkali) turut menciptakan ‘skemata tingkat tinggi yang menyebabkannya ‘melihat’ pesan-pesan dengan cara tertentu’.
Baik Tannen maupun Anderson memperoleh konsep ‘skema’ mereka dari tulisan-tulisan Bartlett. Bartlett yakin bahwa ingatan kita akan wacana tidak berdasarkan reproduksi murni,tetapi konstruktif. Proses konstruktif ini menggunakan informasi dari wacana yang dijumpai bersama-sama dengan pengetahuan dari pengalaman masa lalu yang berhubungan dengan wacana yang dihadapi, untuk membentuk realisasi mental. Menurut pendapat Bartlett, pengalaman maa lalu itu tidak mungkin berupa kumpulan peristiwa dan pengalaman sendiri-sendiri berturut-turut, tetapi pasti teratur dan dapat dikuasai yang telah lalu bekerja sebagai massa yang teratur dan bukan sekelompok unsur yang masing-masing mempertahankan sifatnya yang khusus. Yang memberi struktur kepada massa yang teratur itu adalah skema, yang oleh Bartlett tidak dikemukakannya sebagai suatu bentuk penataan, tetapi sebagai sesuatu yang tetap ‘aktif’ dan ‘berkembang’. Ciri ‘aktif’ inilah yang digabungkan dengan pengalaman pada sebuah wacana tertentu, menyebabkan proses-proses konstruktif dalam ingatan. Subyek yang oleh Bartlett, dideskripsikan mengingat kembali cerita tentang ‘two young men going down a river to hunt seals’ sebagai ‘two brothers going on a pilgrimage’ dengan aktif telah menyusun wacana yang diinginkan.
Segi ‘aktif’ skemata yang dikemukakan Bartlett ini umumnya tidak merupakan ciri realisasi-realisasi (mis,kerangka) pengetahuan lain yang telah kita amati. Beberapa penulis lain juga memakai istilah ‘skemata’, tetapi segi ‘aktif, berkembang’ tidak dimajukan. Misalnya, Rumelhart & Ortony mengemukakan bahwa ‘skemata merupakan bentuk-bentuk konsep yang tak berubah-ubah’. Mereka mengajukan skema bagi FACE yang ada subskematanya bagi, EYE, MOUTH, dsb., yang rupanya banyak persamaanya dengan ciri-ciri gatra dan pengisi pada kerangka. Skemamereka untuk FACE mungking sebaik-baiknya dideskripsikan sebagai prototipe bagi berbagai obyek manusia yang disebut ‘faces’ (wajah-wajah), engan cara yang boleh dikatakan sama dengan yang dikemukakan oleh Roseh dalamBrown, 1996: 249, bahwa realisasi-realisasi prototipe bagi kategori-kategori alami dan semantis seperti ‘tree’ dan ‘bird’. Dipandang ddengan cara ini, skema adalah ‘struktur data’ yang tetap. Memang, Rumelhart & Ortony mengusulkan skmata untuk pengetahuan bahasa yang sangat serupa dengan kerangka-kerangka bahasa Minsky. Mereka mengemukakan agar skema GIVE mempunyai tiha variabel, giver, gift an recipient (pemberi, yang diberikan, dan penerima) yang analogis dengan ‘kasus-kasus’ yang dideskripsikan oleh Fillmore. Dengan jelas mereka menunjukkan bahwa skemata mempunyai bentuk-bentuk yang tetap dan mengandung unsur-unsur yang tetap pula.
Mungkin, tentu saja, pengetahuan latar belakang kita diatur dan disimpan dengan skemata yang tetap, bersama dengan struktur-struktur skematis lain tertentu yang lebih luwes. Dengan cara apapun direalisasikannya. Skemata rasanya memberikan kepada penganalisis wacana suatu cara untuk menjelaskan pembuatan dan pemahaman wacana yang tidak terjadi ab initio (sejaki awalnya) pada setiap kesempatan. Seperti kerangka, skrip, dan skenario, skemata merupakan sarana realisasi pengetahuan latar belakang yang kita gunakan, dan kita anggap orang-orang lain dapat menggunakannya juga, pada waktu membuat dan menafsirkan wacana.
Masalah-masalah yang kita perhatikan pada kerangka, skrip, dan skenario, bagaimanapun yang kita perhatikan pada realisasi-realisasi skematis. Pemilihan dan pemanduan skemata dalam prosesan sebuah teks yang tidak disusun seperti misalnya ada sesuatu yang menimbulkan masalah pengaturan yang besar. Berdasarkan usulan-usulan dalam tulisan-tulisan dan buku-buku mengenai bagaimana pengetahuan mungkin direalisasikan, penelitian pada waktu yang akan datangharus ditujukan kepada rancangan heuristik bagi pemilihan (seleksi), pads kesempatan tertentu, realisasi sebagian (dan tidak lebih) yang relevan yang diperlukan untuk penafsiran lokal penggalan-penggalan wacana. Dengan demikian, penelitian ini nanti mesti juga harus merancang pengaturan peristiwa-peristiwa ‘aneh’ yang meskipun begitu tetap cocok dengan format yang tak berubah-ubah. Jika sistem pemahaman memutuskan bahwa John makan daging panggang sesudah membaca teks yang berikut, maka sistem itu telah gagal untuk ‘memahami’ apa yang oleh kebanyakan pemeroses manusia dipahami mengenai skenario rumah makan tertentu ini.
2.      John is pretty crazy, and sometimes does strange things. Yesterday he went to Sardi’s for dinner.he sat down examined the menu ordered a steak, and got up and left.

2.1.2 Skrip
Pengertian skrip dikembangkan lewat analogi dengan kerangka Minsky, tetapi ‘dikhususkan untuk menangani rangkaian-rangkaian peristiwa (Schank & Abelson dalam Brown, 1983: 241). Konsep skrip dipakai oleh Abelson untuk menyelidiki hubungan antara sikap dan perilaku tetapi, bilamana diterapkan pada pemahaman teks, ini mencakup analisis tertentu mengenai pemahaman bahasa yang disarankan oleh Schank dalam Brown, 1983: 241 sebagai ketergantungan konseptual.
Schank mulai merealisasikan arti kalimat-kalimat berdasarkan konsep dengan memberikan, kepada setiap kalimat, suatu jaringan ketergantungan konseptual yang disebut diagram-C. Diagram-C mengandung konsep-konsep yang masuk ke dalam hubungan-hubungan yang dideskripsikan sebagai ketergantungan-ketergantungan. Ada sistem primitif semantis yang sangat terperinci, tetapi dapat dikuasai, untuk konsep-konsep dan anak-anak panah yang diberi untuk ketergantungan-ketergantungan, untuk pembicaraan yang terperinci kita hanya akan memperhatikan salah satu kalimat Schank dan versi tanpa diagram konseptualisasinya yang mendasari kalimat itu contoh-contoh (10) dan (10a)
3.      John are the ice cream with a spoon
10a. John ingested the ice cream by tansing the ice cream on a spoon to this mou5th.
(Kata ‘transing’ dipakai disini dan berarti ‘physically transferring’, untuk pembicaraan yang lebih lengkap.
Salah satu manfaat pendekataan Schank seharusnya segera menjadi jelas. Pada versi ‘konseptual’ (10a) dan kalimat (10), ia telah merealisasikan sebagian dan pemahaman kita terhadap kalimat yang tidak eksplisit pada kalimat di atas kertas, bahwa perbuatan yang dideskripsikan pada (10) dimungkinkan dengan ‘getting the ice cream and in mouth in contact’. Dengan demikian, Schank menggabungkan segi pengetahuan kita tentang dunia dengan usahakita untuk memahami kalimat (10) menurut versi konseptualnya, yang tidak mungkin seandainya analisis hanya dilakukan dengan unsur-unsur sintaksis dan leksikal dalam kalimat.
Dalam perkembangan analisis konseptual kalimat, Riesbeck & Schank mendeskripsikan cara kita memahami apa yang kita atau dengar yang begitu banyak ‘berdasarkan dugaan’. Artinya, apabila kita membaca contoh (11), sangat kuat dugaan kita tentang apa yang, secara konseptual akan ada pada posisi x.
4.      John’s car crashed into a guard-rail.
When the ambulance came, it took John to the x.
Riesbeck & Schank menunjukkan bahwa dugaan-dugaan kita, konseptual dan tidak leksikal, dan bahwa perwujudan-perwujudan leksikal yang berbeda pada posisi x. (misalnya hospital, doctor, medical centre, dsb) semuanya akan cocokdengan dugaan-dugaan kita. Bukti bahwa orang-orang adalah ;pengurai-pengurai kalimat teks berdasarkan dugaan’ adalah kenyataan bahwa kita dapat berbuat salah dalam meramalkan apa yang kan menyusul kemudian. Contoh : John was on his way to school, yang pertama-tama menandakan bahwa Johnadalah anak sekolah, kemudian, bahwa ia guru merupakan gambaran yang baik mengenai hal ini. Riesbeck & Schank memberikan contoh berikut :
5.      A. We went on a hunting expeition
B. We shot two bucks
Dalam mengkonseptualkan ‘teks’ ini, kita pasti membawa senapan, pulru, dan binatang yang mati. Kita menduga teks akan diteruskan dengan keadaan pikiran seperti itu. Tetapi, apabila sampai pada kalimat ketiga, (12c), akan ternyata bahwa ramalan kita salah dan kita harus kembali serta mengubah konseptualisasi kita.
     C. That was all the money we had
Dalam menganalisis cerita, Riesbeck & Schank melengkapi analisis konseptualnya dengan sarana pemahaman yang lebih umum dan mendeskripsikan sebagai Skrip, yang fungsinya serupa dengan kerangka Minsky, apabila kerangka umumnya dianggap sebagai perangkat fakta yang pada dasarnya stabil tentang dunia, skrip adalah dalam ‘memahami’ cerita-cerita surat kabar tentang kecelakaan mobil. Bukti ‘dipahaminya’ cerita-cerita semacam itu oleh komputer melalui prosedur penerapan skrip diberikan dengan kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang cerita. Ketika diberi cerita pada (13), komputer dapat menjawab untuk pertanyaan-pertanyaanyang menyusul. Ingatlah bahwa jawaban untuk pertanyaan 1 mengharuskan mesin itu memutuskan bahwathe passenger dan David Hall adalah individu yang sama dan bahwa jawaban pertanyaan 2 adalah hasil penyimpulan bahwa jika seseorang dirawat dan dilepas dari rumah sakit, maka ia hurt atau slightly injured.
6.      Friday evening a car swerved off Route 69. The vehicle struck a tree. The passenger, a New Jersey man, was killed. David Hall, 27, was pronounced dead at the scene by Dr. Dana Blanchard, medical examiner. Frank Miller, 32 of 593 Foxon Rd, the driver, was taken to Milford Hospital by Flanagan Ambulance. He was treated and released.

Q1      : Was anyone Killed ?
A2      : YES, DAVID HAL, DIED
Q2      : Was anyone hurt ?
A2      : YES, FRANK MILLER WAS SLIGHTLY INJURED

Jawaban-jawaban itu tampaknya mrngkin sangat kurang mengenai bagi pemahaman manusia, namun kiranya itu tidak merupakan produk biasa dari suatu analisis yang dilakukan hanya berdasarkan sintaksis dan leksis kalimat-kalimat dalam teks. Secara sederhana saja, dalam teks tidak diterangkan bahwa Frank Miller luka, jadi bagaimanakah komputer (atau pemroses lain apa saja) bisa mengetahui hal ini ? Hal ini menggunakan subperangkat pengetahuan yang terbatas tentang dunia yang diterapkan pada teks yang dihadapinya Riesbeck & Schank dalam Brown, 1996 : 249 berpendapat bahwa kita berbuat begitu juga dan bahwa analisis mereka yang berdasarkan dugaan memberikan teori yang praktif tentang cara manusia memproses bahasa alamiah.
Kritik tentang pertanyaan-pertanyaan Schank dan rekan-rekannya mungkin dapat dibuat dengan dasaryang sama dengan yang dilakukan terhadapMinsky, seperti kami sampaikan sebelum ini. Yaitu jika skrip-skrip itu berupa rangkaian-rangkaian peristiwa yang tak berubah-ubah, lalu apakah kecelakaan mobil yang begitu-begitu saja perlu dideskripsikan juga, karena kita sudah memiliki informasi itu dalam skrip-skrip kita ? masalah skrip idiosinkratis, misalnya, Schank ditanya putrinya apakah ia mau diberi gantungan kunci baru yang cocok untuk mobil barunya disinggung tetapi tidak dibicarakan lebih lanjut. Tentu saja mungkin bahwa ketika kita semua memiliki skrip-skrip idiosinkratis lebih dari yang tidak berubah-ubah (stereotipe).
Suatu kritik yang khusus dan serius sekali mengenai teori ketergantungan konseptual Schank dalam Brown, 1996: 249 menjelaskan syarat bagi purnabentuk konseptualisasi sebagai berikut :
Diagram C yang hanya mengandung informasi yang direalisasikan dengan kalimat secara konseptual tidak akan purnabentuk. Jadi, konseptualisasi baru lengkap setelah semua kasus konseptual yang diperlukan oleh tindakan dieksplisitkan.
Syarat seperti itu merupakan resep konseptualisme yang tak ada akhirnya. Jika John’s mouth kita masukkan ke dalam konseptualisasi kalimat (10), yang dikutip terdahulu pada bab ini, apakah kita tidak memasukkan juga John’s hand, his fingers, his arm muscles, his throught processes, dan seterusnya agar sampai pada konseptualisasi yang lengkap ? Inilah kritik yang sungguh-sungguh dan menimbulkan masalah yang pada hakikatnya ada bagi setiap usaha untuk menggabungkan pengetahuan dunia dalam memahami wacana. Dapat kita lihat bagaimana pengetahuan tertentu di luar bahasa terlibat dalam usaha kita untuk memahami, atau konseptualisasi kita tentang, kalimat-kalimat dan dapat kita sarankan cara-cara menggabungkan pengetahuan itu dalam analisis kita, yang menyulitkan kita adalah membatasi pengetahuan itu pada perincian-perincian yang relevan saja dan diperlukan untuk memahami kalimat tertentu pada kesempatan-kesempatan tertentu. Masalah yang amat jelas bagi teori Schank adalah menemukan cara yang berperinsip untuk membatasi perluasan setiap analisis yang menggabungkan pengetahuan di luar bahasa dalam menjelaskan pemahaman data bahasa.
Meskipun asas-asas teoritis yang terlibat dalam pemakaian skrip-skrip secara umumdkritik begitu, ada suatu penelitian empiris yang telah menunjukkan bahwa menganggap skrip-skrip sebagai bentuk-bentuk perbuatan yang tak berubah-ubah bagi pengetahuan orang-orang tentang kegiatan-kegiatan rutin dapat menunjukkan hasil-hasil eksperimental yang mendukung pandangan-pandangan Schank dan rekan-rekannya. Bower mendapati bahwa ketika mereka minta kepada para subyek untuk mengingat kembali teks-teks yang menyangkut kegiatan-kegiatan rutin (misalnya, Pergi ke Rumah Makan, Belanja di Toko Makanan danMinuman, Pergi Memeriksa ke Dokter), para subyek itu cenderung mengacaukan dalam ingatan mereka perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam teks dan perbuatan-perbuatan yang terkandung dalam ‘skrip’. Mereka juga mendapati bahwa, apabila diberi teks-teks yang campur aduk yang menyebabkan perbuatan-perbuatan skrip tidak dapat diduga urutannya, para subyek mengingat kembali teks-teks itu melalui perbuatan-perbuatan skrip dengan urutan yang dapat diterima. Kemudian, ada suatu bukti bahwa konsep skrip mungkin mempunyai validitas psikologis tertentu. Selain fungsinya sebagai sarana penyusunan dalam menyimpan data komputer. Bukti selanjutnya diberikan oleh Sanford & Garrod yang mendasarkan pengertian skenario mereka terutama pada konsep skrip Schank.

2.1.3  Skenario
Sanford & Garrod dalam Brown, 1996 : 245 memilih istilah skenario untuk menafsirkan ‘medan referensi luas’ yang digunakan untuk menafsirkan teks-teks tertulis, karena seseorang dapat membayangkan pengetahuan tentang latar dan situasi sebagai berupa skenario interpretatif di belakang teks. Tujuan mereka adalah ‘membentuk validitas perkiraan skenario sebagai teori psikologis’ yang berlawanan dengan teori Kintsch yang berdasarkan proposisi. Menurut pendekatan berdasarkan proposisi, keberadaan a waiter, misalnya, dalam realisasi mentalpada pembaca setelah membaca teks tentang Going to a Restaurant, sepenuhnya tergantung kepada apakah seorang pramusaji secara eksplisit disebutkan dalam teks. Menurut perkiraan skenario, teks tentang Going to a Restaurant secara otomatis memasukkan gatra a waiter ke dalam realisasinya. Sebagai bukti bahwa gatra-gatra ‘peranan’ tertentu diaktifkan dalam skenario-skenario, Sanford & Garrod menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan besar tercatat dalam lamanya membaca kalimat-kalimat sasaran dengan dua kondisi berikut :  
7.      a. Title : In court
Fred was being questioned
He had been accused of murder
Target : The lawyer was trying to prove his innocence
 a. Title : Telling a Lie 
Fred was being questioned
He could’nt tell the truth ‘
Target : The lawyer was trying to prove his innocence
Pada kondisi a, dengan diaktifkannya skenario in court, kalimat sasaran yang di situ terdapat The lawyer jauh lebih cepat dibacanya dari pada kondisi b yang disitu skenario tak spesifik yang diaktifkan.
Sanford & Garrod menegaskan bahwa keberhasilan pemahaman berdasarkan skenario tergantung kepada efektifnya pembuatan teks dalam mengaktifkan skenario-skenario yang tepat. Mereka menunjukkan bahwa untuk memancing skenario, sebuah teks harus merupakan deskripsi sebagian (partial description) yang spesifik mengenai unsur skenario itu sendiri Hal-hal ini dan struktur contoh-contoh pada (14) memberikan dukungan kepada pandangan kami, bahwa penahapan yang efektif, terutama tematisasi, memudahkan pemrosesan teks. Salah satu fungsi tematisasi pada tingkat teks boleh jadi untuk mengaktifkan realisasi skenario tertentu bagi pembaca.
Kami ingin menegaskan bahwa peryataan-pernyataan Sanford & Garrod berhubungan dengan mudahnya atau cepatnya teks-teks yang berdasarkan skenario yang padu dan dapat diproses. Mereka tidak berpendapat bahwa teks yang untuk itu tidak dapat diproses. Pendekatan mereka yang berdasarkan skenario kiranya akan menghadapkan mereka pada masalah yang sama saja banyaknya dengan pendekatanyang berdasarkan kerangka jika diterapkan pada teks. Pendapat mereka tentulah bahwa teks-teks seperti itu lama memprosesnya.
Kebanyakan materi teks yang dibicarakan Sanford & Garrod berbentuk teks yang susunannya sangat pendek dirancang untuk ratorium psikologi eksperimental. Sebenarnya, inilah ciri umum teks-teks yang terdapat dalam buku-buku para ahli psikologi yang menyelidiki realisasi pengetahuan. Meskipun Sanford & Garrod lebih suka dengan istilah ‘skenario’, mereka menunjukkan bahwa pengertian mereka tentang pemrosesan teks yang melibatkan realisasi-realisasi pengetahun yang ada sebelumnya banyak persamaannya dengan penyelidikan-penyelidikan lain yang disitu istilah skema lebih umum dipakai. Jika ada perbedaan antara pemakaian kedua istilah itu, rupanya adalah bahwa skenario itu tentang situasi yang khas/spesifik (At the Cinema; In a Restaurant), sedangkan skema tipe realisasi pengetahuan yang jauh lebih umum.




































III.             PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Inferensi adalah proses yang dilakukan oleh pesapa untuk memahami makna wacana yang tidak diekspresikan langsung dalam wacana. Misalnya : Kasus orang yang mau meminjam uang kepadanya tetangganya, tetapi ia malu untuk berkata langsung kepada orang-orangnya. Sehingga muncul kalimat seperti ini. “Sebenarnya malu, tetapi saya memaksakan diri datang kesini, itu tuh. Anak saya sudah dua hari ini panasnya tidak turun-turun, saya tidak tahu harus bagaimana ? Ya begitulah, karena itu saya datang kesini.
Skemata adalah struktur data yang mewakili konsep-konsep generik yang tersimpan dalam ingatan, pengetahuan yang dikemas dalam satuan-satuan yang dapat memberikan kemudahan dalam memahami pengetahuan. Atau pengetahuan tentang latar belakang yang teratur rapi dan yang menyebabkan kita menduga atau meramalkan segi-segi dalam penafsiran wacana. Skrip merupakan analogi yang khususkan untuk menangani rangkaian-rangkaian peristiwa, untuk menyelidiki hubungan antara sikap dan perilaku, tetapi jika diterapkan pada pemahaman teks, skrip mencakup analisis tertentu mengenai pemahaman teks. Skenario adalah pengetahuan untuk mendiskripsikan medan referensi luas yang digunakan untuk menafsirkan teks-teks tertulis, karena seseorang dapat membayangkan pengetahuan tentang latar dan situasi sebagai skenario interpretatif di belakang teks.
                                                        






DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003.Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Bali Pustaka

Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemah oleh I.Sutikno: Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama

Sudaryat, Yayat.2009.Makna Dalam Wacana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar